Author Archives: mellyhandayani

About mellyhandayani

just do it and you can take it.............

ANAK BERGANGGUAN FISIK DAN MOTORIK

Standard

ANAK BERGANGGUAN FISIK DAN MOTORIK

Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

  1. A. Pengertian anak bergangguan fisik dan motorik

Gangguan fisik dan motorik adalah anak yang menggalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak ( tulang, sendi, otot ) sedemikian rupa sehingga memerlukan peleyanan pendidikan khusus jika mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi otak.

Tunadaksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh.Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“
(kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan).

Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak
adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsifungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita). Pada dasarnya kelainan pada peserta didik tunadaksa dikelompokan menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan pada system
serebral (cerebral system) dan kelainan pada system otot dan rangka (musculoskeletal system). Peserta didik tunadaksa memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami gangguan pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya kerusakan syaraf tertentu. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya lika pada system saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina bifida dan kerusakan otak lainnya.

Anak dengan cerebral palsy mempunyai masalah dengan persepsi visual meliputi gerakan-gerakan untuk menggapai, menjakau dan menggenggam benda, serta hambatan dalam memperikan jarak dan arah. Cerebral palsy merupakan kelainan koordinasi pada control otot disebabkan oleh luka (mendapatkan cedera) diotak sebelum dan sesudah dilahirkan atau pada awal masa anak-anak. Masalah utama gerak yang dihadapi oleh anak spina bifida adalah kelumpuhan dan kurangnya
control gerak. Pada anak hydrocephalus masalah yang dihapi ialah mobilitas gerak.Derajat keturunan akan mempengaruhi kemanpuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan.

  1. B. ciri –ciri anak bergangguan fisik dan motorik

Ciri- ciri umum anak jenis ini bisa di lihat sebagai berikut

  1. Anggota ,gerak tubuh kaku,lemah,lumpuh
  2. Kesulitan dalam gerakan tidak sempurna, tidak lentur
  3. Terdapat bagian anggota gerak yang tridak lengkap, tidak sempurna lebih kecil dari biasanya
  4. Terdapat cacat pada alat gerak
  5. Jari tangan kaku dan dan tidak dapat menggenggam
  6. Kesulitan pada saat berdiri
  7. Hiperatif/tidak dapat tenang

C.faktor penyebab terjadinya anak bergangguan fisik dan motorik

Secara umum penyebab dibagi dua:

  1. Faktor penyebab datangnya dari dalam (endogen) seperti keturunan, penyaki dan lain-lain
  2. Faktor yang penyebabnya dari luar (eksogen) senyakit lain seperti kecelakaan atau penyakit lain yang menular dari telinga.

  1. macam-macam gangguan
  2. angguan Pertumbuhan Fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi normal.

Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural.

Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.

  1. Gangguan perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut.

Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.

  1. Gangguan perkembangan bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003).

  1. Gangguan Emosi dan Perilaku

Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada   anak dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk tanpa sebab.

  1. Cara membantu anak dengan kelainan fisik dan motorik di lingkungan inklusif

Lingkungan yang paling kondusif guna pembelajaran siswa berkelainan fisik adalah kelas reguler.

  1. Pengajaran kemandirian yang optimal

Penekanan dalam pengajaran bagi siswa-siswa ini harus pada kemandirian yang mandirian yang optimal dan memperhatikan perbedaan antar pribadi.

  1. Belajar kelompok

Belajar kelompok disekolah seringkali dilakukan dengan tujuan menciptakan kemampuan atau keterampilan yang lebih homogen.

  1. Team teachingi

Dengan melakukan team teaching siswa dapat mengembangkan kemampuan perancangan yang lebih baik ,peningkatan kemampuan memecahkan masalah,

Menambah harga diri ,meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan sosial yang efektif dan lebih memuaskan ,serta menambah pembelajaran akamis.

  1. Bina Mandiri :Kenali kondisi anak, Kondisi anak dapat dikenali dengan melakukandiagnosa dan perawatan yang tepat. Dengan mengenali kondisi anak,guru dapat menentukan perlakuan yang tepat sesuai kekurangan padafisik anak.
  2. Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada anak tetapi tidak memberi harapan palsu.
  3. Memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling menjadikekuatan terbesar bagi anak untuk mengatasi kekurangannya. Tunjukkanrasa cinta tanpa pamrih melalui pelukan, ciuman, genggaman tangan,meluangkan waktu untuk meberi bantuan.Menghadirkan keadaan normal.
  4. Menciptakan kegiatan yangnormal. Kegiatan yang disusun tidak terlalu memanjakan atau melindungianak, karena akan menghambat perkembangan anak.Selalu menghargai anak melalui kata-kata maupun tindakan. Memberitahu kelebihan anak yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahananak.
  5. Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah danmempermudah anak beraktivitas.Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerimakehadiran anak lain.
  6. Melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.
  7. Memfasilitasi dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat tidur,di gymnasium, di kolam renang.Terapi Okupasi Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan menggunakan plastisin, manik-manik, puzzle; dengan berbagai bentuk gerakan, ketepatan arah, permainan yang memerlukan keberanian. Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum,penggunaan alat perkakas rumah tangga dan aktifitas belajar. Seni dan keterampilan : menggunting, menusuk, melipat, menempel dan mengamplas
  8. Terapi Wicara : pada anak dengan gangguan komunikasi/bicara dengan latihan dalam bahasa pasif : anggota tubuh, benda-benda di dalam/diluar rumah dan disekolah dan dalam bahasa konsonan, suku kata, kata,kalimat. dengan pengucapan huruf hidup/voval,Terapi Musik : tujuannya menumbuh kembangkan potensi-potensi pada anak yang berkelainan baik fisik, mental intelektual maupun social emosional sehingga mereka akan berkembang menjadi percaya diri Pelayanan tersebut dengan cara melatih : ritme, nada dan irama,interfal, tarian, drama, cerita, senam, pengenalan alat musik, pengenalanlagu, latihan baca sajak/puisi.Psikolog : pemeriksaan kecerdasan, psikoterapi, edukasi pada orang tuadan keluarga agar dapat menghadapi anak dengan kelainan tersebut.Sosial Medik.
  9. memberikan pelayanan mencari data keluarga, sosial,ekonomi, pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dsb. Yang dapat bermanfaat bagi para dokter dan terapis dalam menyusun program Selain itu pelayanan yang berhubungan dengan Yayasan-yayasan sosial lainnya, Kantor Departemen sosial, Rumah sakit, Sekolah,sehingga dapat terjalin hubungan erat dengan berbagai instansi yang sangat penting untuk keberhasilan program rehabilitasi .Ortotik Prostetik
  10. memberikan pelayanan pembuatan alat-alat bantu; misalbrace, tongkat ketiak, kaki tiruan, kursi roda.
  11. Memberi kegiatan sesuai minat dan kebutuhan anak- Memperkenalkan hal-hal yang baik dan tidak baik sejak usia dini melalui kata-kata maupun tindakan. Memberitahukelebihan anak yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahananak.
  12. Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah dan mempermudah anak beraktivitas.
  13. Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerima kehadiran anak lain. Melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.

Daftar Sumber

Soepardi, Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.

Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.

CARA MEMBANTU ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL AGAR BERHASIL DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard

GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

 

  1. PENGERTIAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

Menurut CCBD (Council for Children with Behavioral Disorders), gangguan emosi dan tingkah laku adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan merespon perilaku dan emosional dalam program-program pembelajaran sangat tidak sesuai dengan usia, budaya atau norma-norma etnis yang berdampak buruk secara nyata pada pendidikannya. Pendidikan disini meliputi kemampuan akademis sosial, keterampilan dan kepribadian.

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Di Amerika Serikat, anak-anak dengan berbagai kesulitan yang karakteristiknya sesuai dengan konsep dari istilah-istilah yang disebutkan di atas digolongkan kedalam serious emotional disturbance (gangguan emosi yang serius) dalam The Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) (Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang Cacat) tahun 1990, yang mendefinisikan istilah sebagai berikut:

  1. Istilah itu berarti suatu kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik berikut ini selama jangka waktu yang panjang dan pada satu tingkatan tertentu yang mempengaruhi secara beragam pada performa pendidikan anak:
  2. Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-faktor intelektual, sensorik, atau kesehatan;
  3. Ketidakmampuan untuk membangun atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru;
  4. Jenis-jenis perilaku atau perasaan yang tidak penting di bawah kondisi normal;
  5. Suasana ketidakbahagiaan atau depresi umum yang menjalar.
  6. Kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala fisik atau ketakutan yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.
  7. Istilah itu termasuk kepada anak-anak yang menderita skizofrenia. Istilah itu tidak termasuk anak-anak yang secara sosial maladjusted, kecuali jika sudah dinyatakan bahwa mereka memiliki gangguan emosi yang serius.

Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak    yang    berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan   dan pendidikan secara khusus.

Di dalam dunia PLB dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

  1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
  2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
  3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
  1. KLASIFIKASI ANAK BERGANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL
    1. Klasifikasi berdasarkan 4 dimensi perilaku
  2. Anak yang mengalami gangguan prilaku
  3. Anak yang meraasa cemas dan suka menyendiri
  4. Anak yang agresif sosial
  5. Individu yang tidak pernah dewasa
    1. Klasifikasi berdasarkan karakteristik masalah
  6. Masalah adaptasi sosial yang salah
  7. Gangguan emosional
    1. Gangguan emosional berdasarkan american Psychiatric Association (APA)
  8. Psikotik
  9. Psikoneurotik
  10. Kepribadian yang situasional
  11. Psikosomatik
  12. Gangguan pada otak
    1. Klasifikasi berdasarkan Telford dan Sawyer
  13. Kecemasan yang berlebihan
    • Rasa cemas yang kronis
    • Phobia
    • Obsesi
  14. Lari dari kenyataan
    • Schizophrenia
    • Autisme infantil
    • Regresi
    • Melamun dan berangan-angan

c.Regresi

  1. Quay dan Peterson
  1. Perilaku agresif, sangat merusak
  2. Perilaku antisosial, ditandai dengan menolak nilai umum maupun sosial.
  3. Kecemasan/menarik diri
  4. Gangguan pemusatan perhatian
  5. Gangguan gerak
  6. Perilaku psikotik
    1. Autisme
  7. Tidak tanggap terhadap orang lain
  8. Gerakan diulang-ulang seperti bergoyang, berputar, dan emilin tangan
  9. Menghindari kontak mata dengan orang lain
  10. Tetap dalam kebiasaan
  11. Aneh dan sikap-sikap yang ritualitas

  1. KARAKTERISTIK ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL
    1. Perilaku Agresif. Sangat perusak, sikap cari perhatian yang berlebihan dan juga pemarah.
    2. Perilaku Antisosial. Penolakan terhadap nilai-nilai umum dan sosial, tetapi menerima nilai-nilai dan aturan sesama teman kelompok, melakukan pelanggaran disekolah, penyalahgunaan obat-obatan.
    3. Kecemasan/Menarik Diri. Kesadaran diri yang berlebihan, menyamaratakan perasaan, ketakutan, kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam, terlalu sensitif dan mudah sekali malu.
    4. Gangguan Pemusatan Perhatian. Sikap yang sering bingung, konsentrasi jelek dan impulsif.
    5. Gangguan Gerak. Gelisah, ketidakmampuan untuk tenang, tingkat tekanan tinggi dan sangat banyak bicara.
    6. Perilaku Psikotik. Mengungkapkan ide-ide yang aneh, bicara diulang-ulang, tidak sensitif, memperlihatkan sifat aneh.

Karakteristik Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswa dan interaksi sosial mereka dengan teman sebaya dan guru. Kita akan mempelajari karakteristik belajar dan perilaku siswa-siswa ini.

Karakteristik Belajar

Intelijensia

Studi-studi awal (misalnya oleh Morse, Cutler, & Fink, 1964) menemukan bahwa mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan perilaku atas rata-rata menunjukkan kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya, Rubin dan Barlow, 1978; Coleman, 1986) telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang lebih rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-anak dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka berada dalam kisaran fungsi yang terbelakang. Sebagaimana Kauffman (1996) telah menunjukkan hal ini. “The IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal terbaik untuk bidang sakademik dan prestasi sosial di masa depan” (hlm. 245).

Rendah Kinerja Akademik

Siswa-siswa dengan gangguan emosi atau perilaku umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann, 1996). Beberapa penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa 74% dari pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki kesulitan akademis.

Defisit dalam Sosial dan Adaptive Keterampilan

Siswa dengan gangguan emosional atau perilaku biasanya memiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan siswa lain (Williams et al., 1989).

Karakteristik Perilaku

Ada tiga jenis umum gangguan perilaku, masalah perilaku eksternal, masalah perilaku internal, dan gangguan insiden rendah.

Perilaku Eksternalisasi Masalah

Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling umum keluhan tentang anak-anak merujuk pada evaluasi yang dinyatakan memiliki gangguan emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik kealamiahan dan jenis kegiatan harus dipertimbangkan. Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan perilaku yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu yang tidak tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah” (hlm. 14). Pada dasarnya, definisi yang berguna untuk hiperaktif adalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang merepotkan.

Masalah Perilaku Internal

Ada beberapa jenis masalah perilaku yang diinternalisasi: depresi, anoreksia dan bulimia, bisu elektif, ketakutan dan fobia, serta penarikan diri. Diskusi kita akan berfokus pada jenis yang paling umum ditemukan di antara anak-anak sekolah: depresi dan kecemasan/ penarikan diri.

Rendah-insiden Behavioral Disorders

Ada dua gangguan perilaku yang sangat dikenal, serius namun jarang terjadi: skizofrenia dan autisme. Di Amerika Serikat, satu persen dari populasi telah didiagnosis skizofrenia tetapi ini sangat jarang terjadi di antara anak-anak. Sebagai bentuk psikosis, perilaku skizofrenia termasuk khayalan aneh (misalnya, percaya pikiran seseorang dikendalikan oleh polisi), halusinasi (misalnya, suara-suara yang mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukan atau dipikirkan), dan ketidaklogisan. Anak-anak dengan skizofrenia memiliki kesulitan yang serius di sekolah dan sering kali tinggal di rumah sakit atau lingkungan pendidikan khusus selama bagian tertentu dari masa kecil mereka. Anak-anak ini juga membutuhkan anggota tim multidisiplin untuk memberikan perawatan dan layanan. Tingkat prevalensi autisme adalah sekitar 4 dalam setiap 10,000 (Batshaw dan Perret, 1986). Gangguan ini sangat mempengaruhi seseorang dalam berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku. Sering kali, orang-orang ini tampaknya terisolasi dengan kesulitan berat dalam membangun hubungan interpersonal yang memuaskan, bahasa yang tidak normal atau tidak adanya bahasa, ritual gerakan, dan perilaku yang merugikan diri sendiri.

Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan yang parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi internal seperti itu akan sulit pula diidentifikasi. Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:

  • Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.
  • Kecemasan atau fearfulness.
  • Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
  • Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
  • Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
  • Sedikit atau tidak ada teman.
  • Perilaku hiperaktif.
  • Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
  • Impulsif
  • Masalah dalam hubungan keluarga.
  • Masalah dengan hubungan guru-murid.
  • Penarikan ke dalam diri.

Karakteristik berdasarkan 4 dimensi adalah :

  1. Anak yang mengalami gangguan perilaku agresif (conduct disorders)
  2. suka berkelahi, memukul dan menyerang.
  3. Bersirat pemarah
  4. Tidak penurut, melawan peraturan
  5. Suka merusak, baik terhadap miliknya sendiri atau milik orang lain.
  6. Kurang ajar, kasar, dan tidak sopan
  7. Tidak mau bekerja sama, penentang, kurang perhatian terhadap orang lain.
  8. Suka mengganggu
  9. Selalu negatif, gelisah, pembolos, dan suka ribut
  10. Mudah marah suka mencari perhatian, suka pamer
  11. Suka mendominasi orang lain, suka mengancam, dan menggertak
  12. Suka iri hati, cemburu, suka bertengkar, dan membantah
  13. Ceroboh, mencuri, menggoda
  14. Menolak kesalahan yang dilimpahkan kepadanya, dan menyalahkan orang lain.
  15. Keadaan murung dan cemberut, mementingkan diri sendiri
  16. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri (Anxiety/Withdrawal)
  17. Tegang, rasa takut yang berlebihan, cemas, dan pemalu
  18. Perasaan tertekan, sedih, merasa terganggu, sangat sensitif
  19. Merasa rendah diri, merasa tidak berharga, kurang keyakinan, mudah frustasi, terasing, sering menangis.
  20. Menyimpan rahasia, pendiam, bungkam.
  21. Anak yang agresif sosial (Socially Aggression)
  22. Memiliki perkumpulan yang tidak baik
  23. Mencuri bersama-sama anak lain
  24. Loyal terhadap teman yang nakal atau pelanggar hukum
  25. Anggota suatu geng
  26. Berkeliaran sampai larut malam
  27. Melarikan diri dari sekolah
  28. Melarikan diri dari rumah
  29. Individu yang tidak pernah dewasa (Immaturity)
  30. Perhatiannya terbatas, kurang konsentrasi, melamun
  31. Kaku atau canggung, kurang koordinasi, bengong, berangan terlalu tinggi.
  32. Pasif, kurang inisiatif, mudah dipimpin, lamban, ceroboh, mengantuk, kurang minat, bosan
  33. Gagal untuk mencapai akhir, kurang tabah/gigih.
  34. Tidak rapi.

  1. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

 

Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat (lihat Gambar 6.1)

Faktor biologis

Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku tertentu. Contohnya termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom alkohol janin, yang menunjukkan masalah dalam pengendalian impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan dari kerusakan otak.

Malnutrisi dapat juga menyebabkan perubahan perilaku dalam penalaran dan berpikir (Ashem dan Janes, 1978). Selain itu, kelainan seperti skizofrenia mungkin memiliki dasar genetik.

Faktor lingkungan atau keluarga

Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-anak. Interaksi negatif atau tidak sehat di dalam keluarga seperti pelecehan dan penelantaran, kurangnya pengawasan, minat, dan perhatian, dapat mengakibatkan atau memperburuk kesulitan emosional yang ada dan/ atau kesulitan perilaku. Di sisi lain, interaksi yang sehat seperti kehangatan dan responsif, disiplin konsisten dengan panutan, dan perilaku yang mengharapkan penghargaan dapat sangat meningkatkan perilaku positif pada anak-anak (Anderson, 1981).

 

Faktor Sekolah

Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam interaksi dengan siswa. Interaksi positif dan produktif guru-murid dapat meningkatkan pembelajaran siswa dan perilaku sekolah yang sesuai serta memberikan dukungan ketika siswa mengalami masa-masa sulit. Lingkungan akademik yang tidak sehat dengan guru yang tidak terampil atau tidak sensitif dapat menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gangguan emosi yang sudah ada.

Faktor Masyarakat

Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim disertai dengan gizi buruk, keluarga yang tidak berfungsi, berbahaya dan lingkungan yang penuh kekerasan, dan perasaan putus asa, dapat mengakibatkan atau memperburuk gangguan emosi atau perilaku.

Kita tidak boleh melupakan contoh anak muda yang telah selamat dari situasi yang mengerikan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat. Kita belajar dari individual yang ulet ini bahwa lingkungan yang merugikan tidak tak terhindarkan untuk menyebabkan kesulitan emosional atau perilaku.

Penyebab gangguan perilaku :

  • Frustasi
  • Peristiwa yang menghambat perilaku individu
  • Regresi
  • Kesedihan yang mendalam
  • Menahan perasaan
  • Resignasi

Disamping itu penyebab gangguan perilaku dapat dilihat dari tiga pokok pola kesalahan penyesuaian sosial :

  • Agresif tanpa rasa sosial
  • Agresif sosial
  • Terlalu hati-hati

 

  1. SIFAT DAN KEBUTUHAN ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras

Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;

  1. Model biogenetic
  2. Model behavioral/tingkah laku
  3. Model psikodinamika
  4. Model ekologis

Kebutuhan pembelajaran bagi anak tunalaras yang harus diperhatikan guru antara lain adalah:

  1. Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap anak.
  2. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi oleh

   setiap anak.

  1. Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat anak.

Pencegahan Gangguan emosi dan perilaku

Beberapa gangguan perilaku atau emosional dapat dicegah dengan menghilangkan penyebab utama atau memperbaiki gejalanya. Sebagai contoh, mendidik wanita hamil untuk tidak minum untuk mencegah dampak perilaku sindrom alkohol janin. Di dalam kelas, guru dapat menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku masalah untuk mencegah berkembang menjadi masalah serius. Sebagai sebuah masyarakat, strategi umum untuk mencegah gangguan emosi dan perilaku meliputi:

  1. Memberikan terapi individu dan keluarga
  2. Mengajarkan keluarga cara-cara baru berinteraksi
  3. Mempromosikan dan memberikan pelatihan karakter
  4. Pendidikan moral
  5. Mempromosikan kesehatan bayi dan anak-anak, dan
  6. Memberikan intervensi medis.
  7. PENDEKATAN-PENDEKATAN TEORITIS BAGI KEBUTUHAN SISWA YANG MENGALAMI GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU.
    1. Pendekatan Biomedis

Pendekatan ini berusaha untuk menerangkan gangguan emosi dan tingkah laku dari sudut pandang kedokteran. Ketidaknormalan neurologis dan cidera neurologis sebagai penyebab gangguan ini. Strategi penanganan yang ditekankan dalam pendekatan ini yaitu penggunaan obat dan penanganan medis lainnya.Guru dapat membantu siswa dan orang tua dalam mengatur penggunaan obat untuk siswa selama disekolah. Guru dapat pula membantu dengan mengawasi dan mencatat perubahan-perubahan siswa setelah mendapat penanganan medis.

  1. Pendekatan Psikodinamik

Pendekatan ini menitikberatkan pada kehidupan psikologis siswa. Berusaha memahami dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang difokuskan pada penyebab-penyebab hambatan Pendekatan ini juga terapi untuk merubah sikap negatif siswa ke arah yang lebih positif. Ini dilakukan oleh psikiater, psikolog, konselor dan sejenisnya.

  1. Pendekatan Perilaku

Pendekatan ini berusaha untuk mengubah perilaku yang merupakan problematika secara sosial dan personal bagi siswa tersebut. Tujuannya adalah menghilangkan perilaku negatif dan menggantinya dengan perilaku yang lebih layak secara sosial.

  1. Pendekatan Pendidikan

Jarang ditemukan seorang siswa dengan gangguan emosional dan tingkah laku mendapat prestasi baik secara akademis. Mereka biasanya tidak mampu berkonsentrasi dan mengatur pembelajaran diri mereka. Sebaliknya, penanganan pembelajaran yang dapat membantu siswa berhasil secara akademis mungkin berdampak pada kehidupan emosi dan sikapnya. Suasana kelas yang baik dapat benar-benar menjadi lingkungan terapis.

  1. Pendekatan Ekologi

Pendekatan ekologi menekankan perlunya pemahaman siswa ke dalam konteks kehidupan mereka secara total. Pendekatan ini juga menekankan perlunya membantu siswa yang mengalami hambatan harus dilakukan melalui usaha-usaha kolaborasi keluarga, sekolah, teman dan masyarakat.

 

  1. CARA MEMBANTU ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL AGAR BERHASIL DALAM KELAS INKLUSIF
    1. Mengatasi Masalah-masalah Gangguan Emosi dan Tingkah Laku

Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional dan perilaku dikelas adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini. Sementara tidak semua masalah emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu pendekatan proaktif jauh lebih efekif dibanding dengan cara yang semata-mata hanya merespon terhadap masalah. Cara ini juga memberikan hubungan yang saling memuaskan yang mungkin sebelumnya diterima dengan lebih negatif oleh siswa maupun guru.

Beberapa cara yang mungkin dapat meningkatkan perilaku positif siswa :

  • Buatlah harapan-harapan pada emosi dan perilaku siswa yang Anda inginkan sejelas mungkin bagi mereka.
  • Tunjukkan pada siswa bahwa Anda jujur dalam berhubungan dengan mereka.
  • Berikan perhatian dan pengakuan kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi yang positif untuk dinyatakan pada siswa setiap hari.
  • Buatlah contoh sikap, kebiasaan kerja dan hubungan yang positif.
  • Persiapkan pola pengajaran da berikan kurikulum yang tersusun dengan baik.
    1. Keterampilan Manajemen Diri
      1. Pemantauan Diri

Pola pengajaran siswa agar sadar dan mencatat seberapa sering mereka tidak masuk kelas, jumlah waktu mereka bercakap-cakap, dan jumlah waktu mereka dalam mengerjakan tugas.Pendekatan pemantauan diri mengajarkan siswa berkonsentrasi pada sikap-sikap tertentu dan mencatat frekuensi dan durasi dalam daftar periode waktu. Kemudian siswa dapat diajarkan menyusun tujuan-tujuan dalam mengurangi sifat-sifat yang negatif atau meningkatkan sifat-sifat positif.

  1. Intervensi Diri

Setelah siswa sadar akan sikap mereka sendiri dan dampaknya terhadap orang lain, berikan mereka sebuah penguatan berupa pujian ataupun bintang, bisa juga penghargaan berupa sertifikat yang diperlihatkan pada orang tua siswa.

  1. Pengarahan Diri

Latihan-latihan dalam mengajarkan mereka mengatasi masalah mungkin menjadi suasana yang kondusif bagi keberhasilan mereka di kelas inklusif.
Contohnya :

  • Mengenal masalah (apa yang diminta untuk dikerjakan)
  • Menciptakan solusi yang mungkin (cara apa yang saya pakai)
  • Analisis solusi yang mungkin (dari berbagai macam cara, cara apa yang paling tepat)
  • Berusaha memecahkan masalah (memilih suatu solusi yang dapat digunakan)
  • Nilailah apakah solusi itu berhasil (apakah ini cara yang membantu untuk menyelesaikan tugas secara berhasil)
    1. Penerapan Analisis Perilaku

Terkadang sikap-sikap negative siswa gangguan emosi dan tingkah laku sering muncul dan guru harus menganalisis sikap dasar sikap-sikap tersebut seperti :

  • Seberapa seringkah perilaku itu muncul
  • Kapan berakhirnya?
  • Apa yang menyebabkan perilaku itu muncul
  • Bagaimana asal mulanya
  • Apakah perilaku ini berhubungan dengan mata pelajaran atau aktivitas tertentu di sekolah
    1. Latihan Keterampilan Sosial

Program ini digunakan sebagai pendekatan pembelajaran tersusun bagi pengajaran kemampuan sosial. Contohnya :

  1. Peniruan/ modeling
  2. Bermain peran/memperagakan
  3. Umpan-balik Unjuk-kerja

Pertama siswa diberikan model-model sikap sosial yang positif. Peniruan ini digunakan bergantian oleh guru dan teman-temannya. Peniruan atau modeling diikuti dengan bermain peran. Umpan-balik dari bermain peran membuat siswa mengetahui hasilnya dengan baik, dia mendekati perilaku sosial yang telah menjadi model, kemudian siswa didukung dalam menerapkan kemampuan sosilanya pada kehidupan sehari-hari dikelas dan dirumah.

  1. Partisipasi Keluarga

Peran keluarga pada siswa inklusi sangatlah penting. Tugas guru untuk mengundang dan mendorong supaya keluarga dari siswa yang mengalami gangguan emosi dan tingkah laku terlibat di kelas dan sekolah inklusif untuk memberikan dukungan serta memperhatikan kemajuan dari anak tersebut.

  1. Latihan Perilaku-Kognisi

Menerapkan pada siswa untuk berpikir sebelum bertindak, dekati siswa dan tanyakan masalah dan perasaannya, pikirkan solusi masalah sebanyak mungkin, pikirkan lagi dan tanyakan pada siswa tentang alternatif solusi yang ditemukan oleh guru, dan cobalah terapkan solusi itu yang menurut guru benar. Latihan ini memberikan harapan untuk menumbuhkan kasadaran atas sikap-sikap mereka terhadap orang lain dan konsekuensi bagi diri mereka.

  1. Kolaborasi Teman Sebaya

Salah satu cara dalam meningkatkan hubungan positif diantara teman-teman dikelas inklusif adalah kerjasama teman sebaya. Bentuk kerjasamanya adalah memecahkan masalah bersama-sama, perantara teman untuk menengahi perbedaan-perbedaan dengan bersikap netral dikelas tersebut, dilatih dalam membantu pihak-pihak lain untuk menemukan solusi dari berbagai macam masalah dan pembagian tanggung jawab.

  1. Sikap-sikap Guru Dalam Mengatur Kelas
    1. Fleksibel Dalam Akademis. Mengetahui bahwa siswa belajar berbeda-beda dan pada tingkatan yang berbeda pula.
    2. Fleksibel Dalam Perilaku. Berkeinginan untuk menangani siswa kearah kemampuan sikap dan sosial yang meningkat.
    3. Sikap Humor. Mampu memperlihatkan sifat humornya dikelas dan bisa tertawa bersama dengan siswa oleh humor-humor tersebut tanpa keluar dari lingkungan pendidikan.

Guru perlu waspada akan kesulitan-kesulitan yang akan mereka hadapi pada anak gangguan emosional dan tingkah laku, baik segi akademis maupun sosial. Smith (1995) berpendapat bahwa 80% sampel siswa gangguan emosional dan tingkah laku memiliki kemampuan interaksi yang buruk dengan teman dikelas regular. Jelaslah, ada suatu kebutuhan dalam berusaha menemukan cara-cara yang lebih baik dalam menerima siswa-siswa ini kedalam kelas inklusif.

DAFTAR SUMBER

 

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online) diakses tanggal 10 Februari 2012

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press

AKSESIBILITAS FISIK DAN NON FISIK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard

AKSESIBILITAS FISIK DAN NON FISIK DALAM

SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

 

  1. PENGERTIAN DAN AZAS AKSESIBILITAS

Menurut UU No. 28/2002, Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk orang yang berkebutuhan khusus dan lansia guna mewujudkan ke-samaan kesempatann dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Dalam pengertian ini terkandung dua jenis aksesibilitas yaitu non-fisik dan fisik. Aksesibilitas non-fisik adalah suatu kemudahan yang diberikan bagi semua orang untuk dapat masuk,menggunakan serta keluar dalam suatu sistem. Sedangkan aksesibilitas fisik adalah suatu kemudahan yang diberikan untuk dapat masuk,menggunakan serta keluar dalam suatu bangunan.

ASAS AKSESIBILITAS

  1. Keselamatan

yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang

  1. Kemudahan

yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan

  1. Kegunaan

Yaitu  setiap  orang  harus  dapat  menggunakan  semua tempat atau fasili-tas umum dalam suatu lingkungan

  1. Kemandirian

Yaitu  setiap  orang  harus  dapat  mencapai,  masuk  dan mempergunakan  semua  tempat  atau  bangunan  yang bersifat umum tanpa membutuhkan bantuan orang lain

Aksesibilitas terbagi atas dua yaitu:

  1. Aksesibilitas fisik

berupa : aksesibilitas pada bangunan umum ; aksesibilitas pada jalan umum; aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum; aksesibilitas pada angkutan umum.

  1. Aksesibilitas non fisik

berupa : pelayanan informasi dan pelayanan umum. Aksesibilitas fisik seperti di kantor-kantor yang sekarang ini masih saja belum memberikan kemudahan bagi difabel, karena tidak adanya ramp bagi difabel yang menggunakan kursi roda. Bahkan ada ramp yang disediakan tetapi ternyata tidak bisa diakses karena kondisi ramp yang curang, dan hal ini sudah tentu membahayakan bagi difabel ketika akan mengaksesnya. Disamping itu masih kurangnya aksesibilitas bagi difabel tunanetra di pusat layanan publik seperti di rumah sakit, bank dan sebagainya.  Karena sebagian besar informasi tentang nama-nama ruangan atau loket, hanya diberi  tulisan saja tanpa ada petunjuk melalui suara. Sebenarnya ada juga aksesibilitas fisik yang sudah disediakan oleh Pemerintah, tetapi fasilitas itu kemudian disalah gunakan oleh masyarakat, seperti yang kita bisa lihat di area Malioboro, ada guiding block yang disediakan bagi difabel tunanetra tetapi fasilitas itu kemudian tidak dihiraukan dan malah ini dipakai  sebagai lahan parkir dan lesehan bagi penjaja makanan.

Aksesibilitas fisik dan non fisik bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisah-pisahkan karena jika satu sisi mata uang itu tidak bergambar maka uang tersebut tidak akan dapat di belanjakan. Untuk itu memang kedua hal ini harus bersama-sama diterapkan jika kita ingin memberdayakan difabel.

Adapun landasan hukum tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan, UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Dari implementasinya dari kebijakan-kebijakan diatas, harus diakui belum begitu maksimal. Namu kita perlu perjuangkan terus dari saat ini, sehingga suatu saat nanti akan tercipta sistem pemerintahan di negara kita yang adil dan beradab, tata kota dan sarananya yang benar-benar mendekati kemuliaan umat, yaitu bisa dinikmati oleh semua orang termasuk di antaranya yang disebut sebagai penyandang cacat atau difabel.

 

 

  1. AKSESIBILITAS FISIK

Aksesibilitas fisik ini meliputi bangunan sekolah, tata letak ruang kelas, kamar kecil, perpustakaan, ruang UKS, laboratorium, arena olahraga, halaman dan taman bermain, koridor, transportasi. Lingkungan fisik diharapkan akses untuk semua peserta didik dan komponen sekolah lainnya. Penyediaan aksesibilitas berdasarkan asas kemudahan, kegunaan, keselamatan, dan kemandirian untuk mencapai keseteraan dalam segala aspek kehidupan.

Aksesibilitas di lingkungan sekolah secara umum meliputi:

  1. Jalan menuju sekolah

Pejalan kaki di lingkungan sekolah yang aksesibel adalah memiliki kelebaran minimal 1,6 m untuk mempermudah pengguna jalan dari dua arah yang berbeda, dilengkapi dengan kelandaian (curb cuts) di setiap ujung jalan dan pemandu jalur taktil (guiding block).

  1. Halaman sekolah

Pintu pagar yang digeser, mudah dan ringan untuk dibuka dan ditutup, jembatan sekolah yang tertutup tanpa lubang-lubang di tengah, lantai yang rata, atau dilengkapi dengan kelandaian (ramp).

  1. Pintu ruang kelas

Ukuran lebar pintu sekitar 160cm, mudah untuk dibuka dan ditutup, merapat ke dinding ketika pintu terbuka, lantai antara ruang kelas dan halaman kelas harus sama dilengkapi tesktur dan warna yang berbeda dimuka pintu atau jika ada jarak diberikan kelandaian dengan material yang tidak licin.

  1. Jendela

Sebaiknya jendela dibuat sliding/bergeser untuk membukanya, bila daun jendela dibuka mengarah keluar maka daun jendela membuka ke atas/dengan engsel di bawah. Bukaan jendela yang mengarah ke bawah, akan membahayakan kepala peserta didik tunanetra.

  1. Koridor kelas

Lebar koridor harus memberikan ruang gerak untuk pengguna kursi roda minimal 160cm, lantai rata tetapi dilengkapi pemandu jalur taktil dengan warna terang yang berbeda (guiding block), ramp yang menghubungkan antar ruangan.

  1. Ruang kelas
  • Gang antara barisan meja dan kursi harus memberikan cukup gerak untuk semua anak termasuk pengguna kursi roda atau kruk.
  • Penempatan papan tulis harus mudah dijangkau oleh semua anak termasuk kursi roda.
  • Pencahayaan yang terang tapi tidak menyilaukan bagi anak dengan gangguan penglihatan.
  • Lokasi meja yang mudah dijangkau oleh anak pengguna kursi roda.

  1. Perpustakaan
  • Ketinggian rak buku yang mudah dijangkau oleh semua anak termasuk pengguna kursi roda.
  • Ruang antar rak buku yang lebar agar memudahkan anak untuk gerak.
  • Fasilitas kursi dan meja yang tersedia termasuk meja bagi anak pengguna kursi roda.
  • Penomoran buku yang mudah dimengerti dan ketersediaan dalam braille.

  1. Laboratorium
  • Ketinggian meja dan rak peralatan yang mudah dijangkau oleh semua anak termasuk pengguna kursi roda.
  • Ruang antar meja dan rak peralatan yang lebar agar memudahkan anak untuk gerak.
  • Fasilitas kursi dan meja yang tersedia termasuk meja bagi anak pengguna kursi roda.

  1. Arena olahraga
  • Lapangan (outdoor) dan lantai (indoor) harus rata dan tidak ada lubang.
  • Jalan menuju arena olahraga harus aksesibel (tangga dan ramp).
  • Penempatan loker yang mudah dijangkau.
  • Setiap tiang dan sudut yang tajam dilapisi bantalan atau karet yang aman.

  1. Arena bermain dan taman sekolah
  • Lapangan yang rata, letak pohon yang tidak mengganggu anak untuk gerak.
  • Di sekeliling tiang bendera harus ada pembatas.

  1. Ruang UKS
  • Kelebaran pintu, lantai yang rata dan tidak licin, penempatan peralatan yang mudah dijangkau.
  1. Toilet
  • Lebar pintu minimal 1,25m, idealnya pintu geser
  • Pintu mudah untuk dibuka dan ditutup, ketinggian pegangan pintu yang mudah dijangkau oleh semua anak.
  • Ruang yang cukup untuk gerak pengguna kursi roda.
  • WC duduk dan kering.
  • Handrail atau pegangan tangan di kedua sisi (di salah satu sisi peganganyang fleksibel) dan belakang WC.
  • Letak tombol penyiram air yang mudah dijangkau (sisi kiri, belakang, atau di lantai).
  • Letak kran air dan jet shower (selang pencuci) yang mudah dijangkau.
  • Letak tombol darurat.
  • Letak toilet paper yang mudah dijangkau.
  • Ketinggian bak pencuci tangan/washtafel yang mudah dijangkau maksimal 90cm.
  • Kran pemutar air yang mudah dijangkau dan dioperasikan.

  1. Tangga

Kemiringannya dibuat tidak curam (kurang dari 60 derajat), memiliki pijakan yang sama besar serta memiliki pegangan tangan di kedua sisi, terdapat petunjuk taktil yang berwarna terang dimulut tangga.

  1. Penyeberangan jalan menuju sekolah

Penyeberangan jalan di lingkungan sekolah, sebaiknya dapat mengeluarkan suara, sehingga anak berkebutuhan khusus dapat menyeberang dengan aman.

  1. Tanda-tanda Khusus Sekolah dan Lingkungan Sekitarnya

Tanda-tanda khusus ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik menujulokasi sekolah dari rumah atau asrama mereka. Tanda-tanda khusus ini dianjurkan bersifat permanen yaitu tidak berubah dan berpindah-pindah serta sebaiknya disertai dengan tulisan dengan huruf Braille.

Aksesibilitas Khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus terbagi menjadi 2, yaitu :

  1. Sarana Khusus

Penentuan sarana khusus untuk setiap jenis kelainan didasarkan pada skalaprioritas artinya mengacu pada kondisi dan kebutuhan peserta didik.

  1. Anak Tunanetra
  1. Alat Asesmen

Bervariasinya kelainan penglihatan pada anak tunanetra menuntut adanya pemeriksaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Assesmen kelainan penglihatan dilakukan untuk mengukur kemampuan penglihatan dalam bentuk geometri, mengukur kemampuan penglihatan dalam mengenal warna, serta mengukur ketajaman penglihatan. Alat yang digunakan untuk assesmen penglihatan anak tunanetra dapat seperti di bawah ini.

  1. Snellen Chart (alat untukmengetes ketajaman penglihatan dalam bentuk hurup dan simbol E)
  2. Ishihara Test (alat untuk mengetes ”buta warna”)
  3. SVR (Trial Lens Set) (alat untuk mengukur ketajaman penglihatan)
  4. Snellen Chart Electronic (alat untuk mengetes ketajamanpenglihatan sistem elektronik – bentuk hurup dan simbol E)
  5. Orientasi dan Mobilitas

Pada umumnya anak tunanetra mengalami gangguan orientasi mobilitas baik sebagian maupun secara keseluruhan. Untuk pengembangan orientasi mobilitasnya dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat berikut ini.

  1. Tongkat panjang (alat bantu mobilitas berupa tongkat panjang yang terbuat dari allumunium)
  2. Tongkat Lipat (alat bantu mobilitas berupa tongkat yang dapat dilipat terbuat dari allumunium)
  3. Tongkat elektrik (alat bantu mobilitas berupa tongkat yang berbunyi apabila ada benda didekatnya)
  4. Bola bunyi (bola sepak yang mengeluarkan bunyi)
  5. Pelindung kepala (alat pengaman kepala dari benturan/helm sport)
  6. Alat Bantu Pembelajaran/Akademik

Layanan pendidikan untuk anak tunanetra selain membaca, menulis,berhitung juga mengembangkan sikap, pengetahuan dan kreativitas. Akibat kelainan penglihatan anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis, berhitung. Untuk membantu penguasaan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sepertiberikut ini.

  1. Peta Timbul (peta tiga dimensi bentuk relief)
  2. Abacus (alat bantu berhitung)
  3. Penggaris Braille (penggaris dengan skala ukur bentuk relief)
  4. Blokies (sejumlah dadu dengan simbol Braille dengan papanberkotak)
  5. Papan Baca (alat untuk melatih membaca)
  6. Meteran Braille (alat untuk mengukur panjang/lebar dengan skalaukur dengan simbol Braille)
  7. Alat Bantu Visual (alat bantu penglihatan)

Kelainan penglihatan anak tunanetra bervariasi dari yang ringan (low vision ) sampai yang total (total blind ). Untuk membantu memperjelas penglihatannya pada anak tunanetra jenis Low vision dapat digunakan alat bantu sebagai berikut.

  1. Magnifier Lens Set (alat bantu penglihatan bagi low vision bentukhand and standing berbagai ukuran)
  2. CCTV ( Closed Circuit Television /alat bantu baca untuk anak low vision berupa TV monitor)
  3. View Scan (alat bantu baca untuk anak low vision berupa scaner)
  4. Televisi (TV monitor/pesawat penerima gambar jarak jauh)
  5. Prism monocular (alat bantu melihat jauh)
  6. Alat Bantu Auditif (alat bantu pendengaran)

Untuk melatih kepekaan pendengaran anak tunanetra dalam mengikuti pelajaran dapat digunakan alat-alat seperti Tape Rekorder Doble Dek (alat rekam/tampil suara model dua tempat kaset) Alat Musik Pukul (alat-alat musik jenis pukul/perkusi) Alat Musik Tiup (alat-alat musik jenis tiup)

  1. Alat Latihan Fisik

Pada umumnya anak tunanetra mengalami kesulitan dan kelambanan dalam melakukan aktivitas fisik/motorik. Hal ini akan berpengaruh terhadap kekuatan fisiknya yang dapat menimbulkan kerentanan terhadap kesehatannya. Untuk mengembangkan kemampuan fisik alat yang dapat digunakan untuk anak tunanetra adalah sebagai berikut :

  1. Catur tunanetra (papan catur dangan permukaan tidak sama untuk kotak hitam dan putih, sehingga buah catur tidak mudah bergeser)
  2. Bridge tunanetra (kartu bridge dilengkapi huruf Braille)
  3. Sepak bola dengan bola berbunyi (bola sepak yang dapat menimbulkan bunyi)
  4. Papan Keseimbangan (papan titian untuk melatih keseimbangan pada saat berjalan)
  5. Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik)
  6. Static Bycicle (speda permanen/tidak dapat melaju)

  1. Tunarungu/Gangguan Komunikasi
  1. Alat Asesmen

Bervariasinya tingkat kehilangan pendengaran pada anak tunarungu/gangguan komunikasi menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Asesmen kelainan pendengaran dilakukan untuk mengukur kemampuan pendengaran, atau untuk menentukan tingkat kekuatan suara/sumber bunyi. Alat yang digunakan untuk asesmen pendengaran anak tunarungu adalah seperti berikut

  1. Scan Test (alat untuk mendeteksi pendengaran tanpa memerlukan ruang khusus)
  2. Bunyi-bunyian (alat yang dapat menimbulkan berbagai jenis bunyi)
  3. Garputala (alat pengukur getar bunyi/suara atau tinggi nada)
  4. Audiometer & Blanko Audiogram (alat kemampuan pendengaran dengan akurasi tinggi melalui tesaudiometri)
  5. Mobile Sound Proof (kotak kedap suara sebagai perangkat tes audiometri)
  6. Sound level meter (alat pengukur kuat suara)
  7. Hearing Aids (Alat Bantu Dengar)

Anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran baik dariringan sampai berat/total. Untuk membantu pendengarannya dapat dilakukan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid ) seperti berikut ini.

  1. Model saku (alat bantu dengar model-saku)
  2. Model belakang Telinga (alat bantu dengan model ditempel dibelakang telinga)
  3. Model dalam Telinga (alat bantu dengan model dimasukan langsung ke dalam telinga)
  4. Model kacamata (alat bantu dengar model-kacamata yang diperuntukan sekaligus kelainan penglihatan) Sementara itu, untuk membantu pendengaran dalam proses pembelajaran dapat digunakan alat-alat berikut ini:
  5. Latihan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi danIrama

Pada umumnya anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran baik ringan maupun secara keseluruhan/total, sehingga mengakibatkan gangguan atau hambatan komunikasi dan bahasa.Untuk pengembangan kemampuan berkomunikasi dan bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sebagai berikut :

  1. Cermin (alat untuk memantulkan gambar/bercermin)
  2. Alat latihan meniup (seruling, kapas, terompet, peluit untuk merangsang pernafasan dalam rangka persiapan perbaikan bicara)
  3. Alat musik perkusi (gong. gendang, tamborin, triangle, drum, kentongan)
  4. Sikat getar (sikat dengan bulu-bulu khusus untuk melatih kepekaan terhadap bunyi/getaran)
  5. Lampu aksen (kontrol suara dengan lampu indikator)
  6. Meja latihan wicara (meja tempat anak belajar berbicara
  7. Speech and Sound Simulation (alat pelatihan bina bicara yang dilengkapi meja dan cermin)
  8. Spatel  (alat bantu untuk membetulkan posisi organ artikulasi terbuat dari stainless steel)
  9. TV/VCD
  10. Alat Bantu Belajar /Akademik

Layanan pendidikan untuk anak tunarungu mencakup membaca, menulis, berhitung, mengembangkan perilaku positif, pengetahuan, dan kreativitas. Karena mengalami kelainan pada pendengarannya, maka anak tunarungu mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung.Untuk membantu penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka dibutuhkan layanan alat-alat yang dapat membantu mengembangkan kemampuan akademik anak tunarungu antara lain:

  1. Miniatur benda (bentuk benda sebenarnya dalam ukuran kecil)
  2. Finger Alphabet (bentuk simbol huruf dengan isyarat jari tangan)
  3. Silinder (bentuk-bentuk benda silindris)
  4. Kartu kata (kartu yang bertuliskan kata)
  5. Kartu kalimat (kartu yang bertuliskan kalimat singkat)
  6. Menara segitiga (susunan bentuk segi tiga dengan ukuran berurut dari kecil sampai besar)
  7. Menara lingkaran (susunan gelang dari diameter kecil sampai besar)
  8. Menara segi empat (susunan bentuk segi empat dengan ukuran berurut dari kecil sampai besar)
  9. Peta dinding (peta batas wilayah, batas pulau dan batas Negara yang dapat ditempel di dinding)
  10. Alat Latihan Fisik

Untuk mengembangkan kemampuan motorik/fisik anak tunarungu, alat-alat yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Bola dan Net Volley, Bola Sepak, Meja Pingpong, Raket, Net Bulutangkis, dan Suttle Cock, Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik) Static Bycicle (sepeda statis)

  1. Anak Tunagrahita
  1. Alat asesmen

Bervariasinya tingkat intelegensi dan kognitif anak tunagrahita, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Asesmen pada anak tunagrahita dilakukan untuk mengukur tingka tintelegensi dan kognitif, baik secara individual maupun kelompok. Alatuntuk asesmen anak tunagrahita dapat digunakan seperti berikut ini:

  1. Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R)
  2. Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
  3. Cognitive Ability test (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai)
  4. Latihan Sensori Visual

Tingkat kecerdasan anak tunagrahita bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berpikir abstrak dan mengalami kesulitan dalam membedakan warna dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori visual anak tunagrahita dapat menggunakan alat sebagai berikut:

  1. Gradasi Kubus (bentuk-bentuk kubus dengan ukuran yang bervariasi untuk melatih kemampuan/pemahaman volume kubus)
  2. Gradasi Balok 1 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi satu warna)
  3. Gradasi Balok 2 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi berbagai warna)
  4. Latihan Sensori Perabaan

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk membedakan dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori perabaan anak tuna grahita dapat digunakan alat sebagai berikut:

  1. Keping Raba 1 (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur bervariasi)
  2. Keping Raba 2 (Gradasi Keping) (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur/tingkat kehalusan tinggi)
  3. Keping Raba 3 (Gradasi Kain) (berbagai kain dengan tingkat kekasaran/pakan/serat kain yang bervariasi)
  4. Alas Raba (Tactile footh) (melatih kepekaan kaki pada lantai yang dikasarkan/dilapis lantai bertekstur kasar)
  5. Sensori Pengecap dan Perasa

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk membedakan rasa dan membedakan aroma/bau. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan sensori pengecap dan perasa. Alat yang digunakan melatih sensori pengecap dan perasa dapat berupa:

  1. Gelas Rasa (gelas yang berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas rasa)
  2. Botol Aroma (botol berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas bau)
  3. Tactile Perception(untuk mengukur analisis perabaan)
  4. Aesthesiometer (untuk mengukur kemampuan rasa kulit)
  5. Latihan Bina Diri

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri.Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan bina diri. Alat yang digunakanlatihan bina diri dapat berupa:

  1. Berpakaian 1 (bentuk kancing)
  2. Berpakaian 2 (bentuk resleting)
  3. Berpakaian 3 (bentuk tali)
  4. Dressing Frame Sets (rangka pemasangan pakaian-kancing, resleting dan tali dikemas dalam satu bingkai)
  5. Sikat Gigi
  6. Pasta Gigi dan lain sebagainya
  7. Konsep dan Simbol Bilangan

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk memahami konsep dansimbul bilangan. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan memahami konsep dan simbul bilangan. Alat yang digunakan melatih konsep dan simbul bilangan dapat berupa:

  1. Keping Pecahan (peraga bentuk lingkaran menunjukan bagianbenda, ½, ¼, 1/3, dst)
  2. Balok Bilangan 1 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilangan satuan)
  3. Balok Bilangan 2 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilanganpuluhan)
  4. Kreativitas, Daya Pikir dan Konsentrasi

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkreativitas dan padadaya pikirnya. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan memahami kreativitas, daya pikir dan konsentrasi. Alat yang digunakan dapatberupa:

  1. Tetris (kotak berisi potongan kayu untuk disusun beraturan sesuai petunjuk gambar
  2. Box konsentrasi mekanis (alat latih konsentrasi gerak mekanikbentuk kotak/boks)
  3. Fuzle konstruksi (puzle bentuk konstruksi/rancang bangunsederhana)

Alat Pengajaran Bahasa

Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berbahasa. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan berbahasa. Alat yang digunakan melatih berbahasa dapat berupa:

  1. Alphabet Loweincase (simbol-simbol alphabet/abjad huruf besar)
  2. Alphabet Fibre Box (melatih membaca permulaan dengan caramerangkai huruf menjadi kalimat bahan dari fibre)
  3. Pias Kata (simbol-simbol kata untuk disusun menjadi kalimat)
  1. Anak Tunadaksa
  1. Alat Asesmen Kemampuan Gerak

Pada umumnya anak tunadaksa mengalami gangguan perkembangan intelegensi motorik dan mobilitas, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Bervariasinya kondisi fisik dan intelektual anak tunadaksa, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yangdibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengankemampuan dan keadaannya.Asesmen dilakukan pada anak tunadaksa dilakukan untuk mengetahui keadaan postur tubuh, keseimbangan tubuh, kekuatan otot, mobilitas, intelegensi, serta perabaan. Alat yang digunakan untuk assesmen anak tunadaksa seperti berikut ini:

  1. Finger Goniometer (alat ukur sendi-daerah gerak)
  2. Flexiometer (alat ukur kelenturan)
  3. Plastic Goniometer (alat ukur sendi terbuat dari plastik)
  4. Alat Latihan Fisik/Bina Gerak

Pada umumnya anak tunadaksa mengalami hambatan dalam pindah diri (ambulasi), dan koordinasi/keseimbangan tubuh. Agar anak tunadaksa dapat melakukan kegiatan hidup sehari-hari diperlukan latihan. Alat-alat yang dapat digunakan dapat berupa:

  1. Pulley Weight (untuk menguatkan otot tangan dan perut)
  2. Kanavel Table (untuk menguatkan otot tangan, pergelangan dan jari tangan)
  3. Squeez Ball (untuk latihan daya remas tangan)
  4. Alat Bina Diri

Anak tunadaksa mengalami hambatan dalam pindah diri (ambulasi), dan koordinasi/keseimbangan tubuh. Keterbatasan atau hambatan tersebut mengakibatkan anak tunadaksa mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri. Agar anak tuna daksa dapat melakukan perawatan diri dan kegiatan hidup sehari-hari (activity of daily living ),maka perlu latihan. Alat-alat yang dapat digunakan dapat berupa:

  1. Swivel Utensil (sendok khusus yang dimodifikasi untuk anak CP)
  2. Dressing Frame Set (rangka pemasangan pakaian)
  3. Lacing Shoes (kaus kaki)
  4. Alat Bantu Belajar/Akademik

Layanan pendidikan untuk anak tunadaksa mencakup membaca, menulis, berhitung, pengembangan sikap, pengetahuan dankreativitas. Akibat mengalami kelainan pada motorik dan intelegensinya, maka anak tunadaksa mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis, berhitung. Untuk membantu penguasaan kemampuan di bidang akademik,maka dibutuhkan layanan dan peralatan khusus. Alat-alat yang dapat membantu mengembangkan kemampuan akademik pada anaktunadaksa dapat berupa:

  1. Kartu Abjad untuk pengenalan huruf
  2. Kartu Kata untuk pengenalan kata
  3. Kartu Kalimat untuk pengenalan kalimat
  1. Tunalaras
  1. Asesmen Gangguan Perilaku

Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku yang merugikan diri sendiri maupun oranglain. Terganggunya perilaku anak tunalaras, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya. Asesmen dilakukan pada anak tunalaras untuk mengetahui penyimpangan perilaku anak. Alat yang digunakan untuk assesmen anak tunalaras seperti berikut ini:

  1. Adaptive Behavior Inventory for Children
  2. AAMD Adaptive Behavior Scale
  1. Alat Terapi Perilaku

Perilaku menyimpang yang dilakukan anak tunalaras cenderung untuk merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk mereduksi perilaku yang menyimpang, maka dibutuhkan peralatan khusus. Alat-ala ttersebut dapat berupa:

  1. Pretend Game (untuk membantu anak dalam bersosialisasidengan orang lain)
  2. Hide-Way (untuk bermain sembunyi-sembunyian)
  3. Put me a tune (untuk latihan menuangkan air ke cangkir)
  1. Alat Terapi Fisik

Untuk mengembangkan kemampuan motorik/fisik anak tunalaras, alat yang dapat digunakan seperti berikut ini:

  1. Matras
  2. Straight-Type Staircase
  3. Bola Sepak
  4. Bola, Net Volley
  5. Meja Pingpong
  1. Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa
  1. Alat Asesmen

Anak berbakat mempunyai kemampuan yang istimewa dibanding teman sebayanya. Istimewanya kondisi anak berbakat menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuannya. Asesmen dilakukan pada anak berbakat untuk mengetahui. Keberbakatan dan menilai tentang kebutuhannya untuk menempatkan dalam program-program pendidikan sesuai dengan dan dalam rangka mengembangkan potensinya. Alat yang digunakan untuk assesmen anak berbakat seperti berikut ini:

  1. Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R)
  2. Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
  3. Cognitive Ability Tes (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai)
  4. Differential Aptitude Test (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat sikap)
  5. Alat Bantu Ajar/Akademik

Anak berbakat memiliki sifat selalu haus pengetahuan dan tidak puas bila hanya mendapat penjelasan dari orang lain, mereka ingin menemukan sendiri dengan cara trial and error (mengadakan percobaan/praktikum) di laboraturium atau di masyarakat. Untuk itu sekolah inklusif hendaknya perlu mengusahakan sarana yang lengkap. Sarana-sarana belajar tersebut meliputi:

  1. Sumber belajar:

– Buku paket

– Buku Pelengkap

– Buku referensi

– Buku bacaan

  1. Media pembelajaran

– Radio

– Cassette recorder

– TV

– OHP

  1. Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar 
  1. Alat Asesmen

Anak yang mengalami kesulitan belajar merupakan kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif menggangu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau nonverbal. Kesulitan belajar dapat berupa kesulitan berbahasa, membaca, menulis dan atau matematika. Bervariasinya kesulitan belajar, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menetukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya. Asesmen pada anak yang mengalami kesulitan belajar dilakukan untuk mengetahui bentuk kesulitan belajar dan untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajarannya. Alat yang digunakan untuk assesmen anak yang mengalami kesulitan belajar seperti berikut ini:1) Instrumen ungkap riwayat kelainan2) Tes Inteligensi WISC

  1. Alat Bantu Ajar/Akademik
  • Kesulitan Belajar Membaca (Disleksi)Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (remedial membaca) meliputi: a)Kartu Abjad, b)Kartu Kata, c)Kartu Kalimat.
  • Kesulitan Belajar Bahasa Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalamikesulitan belajar bahasa (remedial bahasa) meliputi: a)Kartu Abjad, b)Kartu Kata, c)Kartu Kalimat
  • Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia) Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (remedial menulis) meliputi: a) Kartu Abjad, b) Kartu Kata, c) Kartu Kalimat, d) Balok bilangan 1, e) Balok bilangan 24) Kesulitan Belajar Matematika (Diskalkulia)Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar matematika (remedial matematika) meliputi: a)Balok bilangan 1, b)Balok bilangan 2, c)Pias angka, d)Kotak bilangan, e) Papan bilangan

  1. Prasarana Khusus
  1. Anak Tunanetra

Untuk peserta didik tunanetra diperlukan ruang untuk melaksanakankegiatan Asesmen, Konsultasi, Orientasi dan Mobilitas, Remedial Teaching, Latihan Menulis Braille, Latihan Mendengar, Latihan Fisik,Keterampilan, dan penyimpanan alat.

  1. Anak Tunarungu/Gangguan Komunikasi

Untuk peserta didik tunarungu/Gangguan Komunikasi diperlukan ruanguntuk melaksanakan kegiatan Asesmen, Konsultasi, Latihan Bina Wicara,Bina Persepsi Bunyi dan Irama, Remedial Teaching, Latihan Fisik,Keterampilan, dan penyimpanan alat.

  1. Anak Tunagrahita

Untuk peserta didik Tunagrahita/Anak Lamban Belajar diperlukan ruang untuk melaksanakan kegiatan Assesmen, Konsultasi, Latihan sensori,Bina diri, Remedial Teaching, Latihan Perseptual, Keterampilan, danpenyimpanan alat.

  1. Anak Tunadaksa

Untuk peserta didik Tunadaksa diperlukan ruang untuk melaksanakankegiatan Assesmen, konsultasi, Latihan fisik, Bina diri, RemedialTeaching, Keterampilan, dan penyimpanan alat.

  1. Anak Tunalaras

Untuk peserta didik Tunalaras diperlukan ruang untuk melaksanakankegiatan Assesmen, Konsultasi, Latihan perilaku, Terapi permainan,Terapi fisik, Remedial Teaching, dan penyimpanan alat.

  1. Anak Cerdas Istimewa

Di samping memberdayakan atau mengoptimalkan penggunaan prasaranayang ada apabila di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif pesertadidiknya ada yang berkecerdasan istimewa, prasarana khusus yang perludisediakan adalah ruang assesmen.

  1. Anak Berbakat Istimewa

Untuk anak berbakat istimewa di samping memberdayakan atau mengoptimalkan penggunaan prasarana yang ada apabila di sekolahpenyelenggara pendidikan inklusif peserta didiknya ada yang berbakat,prasarana khusus yang perlu disediakan adalah ruang assesmen.

  1. Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Untuk peserta didik yang Mengalami Kesulitan Belajar diperlukan ruanguntuk melaksanakan kegiatan Assesmen, dan Remedial. Sebagai catatan, pada dasarnya di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif cukupdisiapkan satu unit ruang sebagai ”Resource Room” atau ruang sumber.

 

  1. AKSESIBILITAS NON FISIK

Aksesibilitas non fisik adalah kemudahan untuk mendapat peluang kesetaraan yang meliputi:

  1. Informasi dan teknologi yang aksesibel misalnya buku dalam huruf Braille bagi peserta didik tunanetra total, bahasa isyarat bagi peserta didik tunarungu, dan huruf besar dan tebal bagi peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan jarak jauh (low vision).
  2. Diskriminasi dari masyarakat sekolah terhadap peserta didik
  3. Sikap guru dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didik tuna rungu tidak boleh membelakangi muka peserta didik
  4. Kesetaraan dalam kesempatan setiap pembelajaran di sekolah

DAFTAR PUSTAKA

 

Azwandi, Yosfan, dkk. 2005. Bahan Ajar Pendidikan Inklusif. Padang : Jurusan PLB FIP UNP

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Depdiknas Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2007. Kebutuhan dan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Jakarta : Depdiknas

Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online) diakses tanggal 4 Mei 2012

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press

Suyanto. 2007. Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP). Jakarta : Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

CARA MEMBANTU ANAK YANG MEMILIKI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA (CI-BI) AGAR BERHASIL DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard

ANAK DENGAN POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA (CI-BI)

  1. PENGERTIAN ANAK DENGAN POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA

Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggunakan istilah warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini berkait erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan.potensi kecedasan Berhubungan dengan kemampuan intelektual,sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun juga beberapa jenis kemampuan lainya sepertiyang disebut oleh gardner dengan teorinya yang dikenal multiple intelligenses(1983) yaitu,kecerdasan lingunstik ,kecerdasan musikal,kecerdasan spasial, kecerdasan logikal matematikal,kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpesonal.

Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepetan belajar ini dibatasi hanya pada”kemampuan intelektual umum saja”.ada dua acuan yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual umum yaitu acuan unidimensial, yang lebih dikenal sebagai batasan yang diberikan oleh lewis terman (1992) dan acuan multimensional ,yang disampai kan oleh renzulli, reis, dan smith (1978) dengan konsep tiga cincin ( the three ring concenption).

Untuk pendekatan unidimensional, kriteria yang dugunakan hanya semata-mata skor AQ saja. Secara operasional batasanya kamampuan intelektual umum , yang dugunakan adalah “mereka” yang mempunyai skor AQ 140 skala wechsler. Sedangkan untuk pendekatan multidimensional,kriteria yang digunakanlebih dari satu. Dalam hal ini, batasan yang digunakan adalah “mereka yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas (ditetapkkan skor AQ 125 Keatas skala wechsler, dimensi kreativitasan cukup di tetapkan skor creativity quotient dalam nilai nilai buku cukup cominmen dsam nilai baku baik).

  1. CIRI- CIRI KEBERBAKATAN

Sejak program percepatan belajar dirintis oleh tiga sekolah swasta pada tahun ajaran 1998/ 1999,hingga saat ini konsepsi keberbakatan yang dugunakan berasal dari rezulli, reis, dan smith (1978),yang menyebutkan bahwa keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaintan antara tiga kelompok ciri (kluster) yaitu kemampuan umum ,kreativitasan,dan tanggung jawab terhadap tugasdi atas rata-rata.Dengan menggunakan konsepsi keterbakatan dari rezulli,reis, dan smith (1978) dan sesuainkan dengan kondisi yang ingin dikembangkan oleh pihak sekolah maka didefinisikan perserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program Percepatan belajar adalah mereka yang oleh psikolog atau guru diidentifikasi sebagai perserta didik yang telah mencapai pretasi memuaskan ,dan memiliki , kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterkaitan terhadap tugas yang tergolong baik.

Ciri- Ciri Keberbakatan

  • Lancar berbahasa ( mampu mengutarakan pemikiran)
  • Memiliki rasa atau berkerja secara mandiri
  • Ulet menghadapi kesulitan( tidak lekas putus asa)
  • Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya
  • Cermat atau teliti dalam mengamati
  • Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah
  • Mempunyai minat luas
  • Mempunyai daya imajinasi yang tinggi
  • Belajar dengan mudah dan cepat
  • Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat
  • Mampu berkosentrasi
  • Tidak memerlukan dorogan (motisi) dari laur.

Masalah- masalah yang ditimbulkan perserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sebagai berikut:

  1. Kemampuan berpikir kritis dapat mengarah ke arah sikap meragukan (skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
  2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal yang baru, bisa menyebabkan mereka tidak menyukai atau lekas bosan terhadap tugas- tugas rutin,
  3. Prilaku yan ulet dan terarah pada tujuan, dapat menjurus kekeinginan untuk memaksa atau mempertahankan pendapatnya.
  4. Kepekaan yang tinggi,dapat membuat mereka menjadi mudah tersinggung atau peka terhadap kritik.
  5. Semamgat, kesiagaan mental, dan inisiatifnya yang tinggi ,dapat membuat kurang sabar dan kurang teggang rasa jika tidak ada kegiatan atau jika kurang tampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung.
  6. Dengan kemampuan dan minatnya yang beranekaragam.mereka membutuhkan keluwesan serta dukungan untuk dapat menjajaki dan mengebangkan minatnya.
  7. Keinginan mereka untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, serta dan kebutuhannya akan kebebasan ,dapat menimbulkan konflik karena tisdak mudah menyesuaikan diri atau tunduk terhadap dari orang tua, sekolah, atau teman-tamannya.ia juga bisa merasa di tolak atau kurang dimengerti oleh lingkungannya
  8. Sikap acuh tak acuh dan malas,dapat timbul karena pengajaran yang diberikan disekolah kurang menmgudang tatangan baginya.

Selain itu, berdasarkan penelitian herry (1993), mereka juga suka mengganggu teman-teman sekitarnya. Hal ini disebabkan karena mereka lebih cepat memahami materi pelajara yang diterangkan guru didepan kelas dibandingkan teman-temanya. Dengan diterangkan sekali saja, mereka telah dapat menangkap maksudnya, sedangkan peserta didik yang lain masih perlu dijelaskan lagi, mereka banyak waktu terluang, yang kemudian apabila kurang diantisipasi oleh gurunya, akan digunakan untuk mengadakan aktivitas sekehendaknya, misalnya mencubit atau benda benda kecil atau kapur keteman teman sekitarnya.

Akibat lebih lanjut, mereka dapat menjadi anak yang berpestasi dibawah potensinya (underachhiefer) malah mungkin (mengalami kesulitan belajar). Hal ini nyata dari hasil penelitian herry dkk, (1996) terhadap peserta didik SD diprovinsi jawa barat, jawa timur, lampung, kalimantan barat yang menunjukan bahwa 22% dari peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dalam bakat istimewa berisiko tinggal kelas (nilaai rata rata rapornya kurang dari 6,00). Demikian pula hasil penelitian herrry (1997) terhadap peserta didik di SLTP, SMA bahwa anak yang memiliki potensi kecerdasan dalam bakat istimewa berprestasi dibawah potensinya.

Keadaan diatas tidak hanya terjadi dihanya terjadi di indonesia tetapi juga terjadi di negara lain,beberapa penelitihan di negara maju seperti amerika serikat menunjukan bahwa sekitar 25% dari perserta didik yang putus sekolah adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa ( utami munandar 1989).selain itu M arland (1971) jugan mengemukakan bahwa lebih dari separuh berpretasi anak nyang berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa berpretasi di bawah potensinya disebabkan karena tidak mendapat program pendidikan yang sesuai.

Masalah-masalah di atas dapat terjadi karena mereka belum mendapat pelayanan pendidikan yang memedai secara tidak disadari.

Untuk menhindari sifat-sifat yang kurang baik ini,melalui pelayanan pendidikan yang di sesuaikan dengan bakat,minat, kemampuan dan kecedasan peserta didik, agar mereka dapat memanifestasikan potensinya yang masih latent,yakni sebagai mana ciri-ciri mereka seperti yang telah di kemukakan di atas.

  1. PREVALENSI SISWA DENGAN KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA

Perbedaan yang ada dalam cara anak-anak diindentifikasi memiliki keceredasan dan bakat istimewa, terdapat perbedaan yang mencolok dalam jumlah anak di ketahui. Sekolah yang sangat mengandalkan pada nilai IQ untuk mengidentifikasi siswa mendapat nilai 125 atau 130 sebagai jalan pintas untuk persyaratan program berbakat.hali ini cenderung menghasilkan 2-3% orang dari jumlah yang memenui syrat (webb, meckstroth dan tolan, 1928). Pendekatan ini mencerminkan persepsi yang jelas eklusif mengenai sifaty-sifat keberbakatan dan jumlah orang yang akan dilayani.

Opini berberda mengenai sifat keberbakatan dan jumklah orang yang dilayani dikemukakan oleh rezulli dan reis.siswa yang memiliki keberbakatan harus berjumlah 15% sampai 20% dari populasi siswa (rezulli dan Reis 1991). Namum menurut reis,semakin kecil siswa dekat terhadap realitas jumlah sebenarnya yang masuk sebagai berbakat. Reis melapokan bahwa 4,5% populasi siswa di Amerika serikat menerima layanan ini (Reis, 19898),

Meskipun definisi dan jumlah orang yang diindentifikasi berbakat berbeda , semua guru mempunyai anak berkemampuan unggul dan berbakat khuisus di kelas.

  1. PROGRAM PENDIDIKAN BAGI SISWA DENGAN POTENSI KECERDASAN POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA

Di negara-negara maju, terdapat berbagai jenis program pendidikan untukn perserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (gets dan dillon, dalam hallahan sdan kaufman ,1982),antara lain:

  • Sekolah musim panas dinegeri dengan empat musim,
  • Pendidikan dasar tidak berjenjang,
  • Diterima lebih awal di perguruan tinggi,
  • Pelajaran-pelajaran perguruan tinggi bagi para perserta didik setingkat sekolah menegah,
  • Mata-mata pelajaran disekolah menengah dan kreditnya diakui di perguruan tinggi,
  • Kelas-kelas khusus untuk mata pelajaran tertantu yang ada dalam kurikulum,
  • Kelas-kelas khusus pada semua mata pelajaran yang ada dalam kurikulum,
  • Seminar-seminar hari saptu,
  • Pengelompelompokan berdasarkan kemampuan,
  • Pengayaan di kelas-kelas biasa,
  • Guru tamu,
  • Penambahab mata pelajaran,
  • Tugas –tugas kelompok dan tugas ekrakurikuler,
  • Wisata karya,
  • Pelajaran-pelajaran biasa setengah hari,dan program pengayaan setengah hari lain,
  • Percepatan
  • Sekolah-sekolah khusus
  • Program konsultasi
  • Bimbingan/ tuturial
  • Belajar mandiri
  • Pertukaran belajar
  • Program pemberian penghagaan,
  • Program kegiatan yang ditawarkan lembaga non-sekolah, seperti museum, perpustakaran dan
  • Kurikulum khusus

Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa dapat berupa:

  1. Program pengayaan(enrichment),

Program pengayaan, yaitu pemberian pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki perserta didik, dengan penyededian kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yabg bersifat perluasan /perdalaman,setelah yang bersngkutan menyelesaikan tugas-tugas yang di programkan untuk perserta didik lainnya. Program ini cocok untuk perserta didik yang bertipe”enriched learner”.

  1. Program percepatan( Acceleration)

Program percepatan, yaitu poemberian pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang di miliki oleh perserta didik,dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih singkat dibanding teman-temannya. Program ini cocokbagi perserta didik yang bertipe” accelerated learner”.

  1. KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS SISWA DENGAN POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA

Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang mimiliki potensi kecerdasan istimewa dapat dilakukan dalam bentuk:

  • Kelas inklusi :perserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa dalam proses pembelajaran bergabung dengan peserta didik program reguler.
  • Kelas khusus :peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa dalam proses pembelajaran berada di kelas terpisah.
  • Satuan pendidikan khusus dalam satuan pendidikan tersebut terdiri dari kelas reguler dan kelas progran khusus.

Mayoritas anak- anak yang berbakat menghabiskan jam sekolahnya dikelas-kelas umum. Layanan- layanan pembelajaran tersebut menurut COX, Dasnial dan Boston ( 1985) adalah:

  1. Kelas khusus paruh waktu
  2. Belajar mandiri
  3. Ruang sumber dan
  4. Guru bantu( itenerant) atau guru pembimbing khusus ( consultng teacher)

Meskipun penting bagi tiap altenatif dalam memberikan bantuan khusus dan kesempapatan untuk siswa berbakat, faktanya tetap bagi siswa yang ikut serta dalam altenatif ini, pada umumnya pendidikannya masih berupa produk pengalaman mereka di kelas umum. Tidak ada yang lebih penting dibanding guru-guru kelas umum yang mengerti kebutuhan-kebutuhan mereka dan mau mengajarkan mereka dengan cara yang kreatif. Sebagaimana pedidikan untuk semua siswa, pendidikan siswa berkemampuan unggul dan berbakat khusus tentu saja merupakan tanggung jawab dan hak seluruh komunitas sekolah.

  1. Ranah keberbakatan

Clark (1988) telah menjelaskan lima ranah sifat siswa-siswa yang memiliki keberbakatan.

  • Ranah kognitif

adalah meliputi sejenis kemampuan tinggi yang dujelaskan terdahulu dalam konsep Renzulli mengenai keberbakatan.siswa yang berbakat adalah pembelajaran yang cepat dan pengingat informasi yang unggul.

  • Ranah afektif

Ranah afektif menurut Clark adalah suatu kecenderungan terhadap kedalaman emosional dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Termasuk juga dalam ranah ini adalah kecenderunganterhadap tingkat- tingkat penilaian moral yang tinggi.

  • Ranah fisik

Clark meneliti siswa yang berbakat menunjukkan suatu perbedaan yang tidak lazim antara perkembangan fisik dan intelektual. Mereka juga menunjukkan toleransi yang rendah terhadap perbedaan antara standar mereka sendiri dengan ketidak mampuan fisik untuk memenuhi standar.

  • Ranah intuitif

Ranah intuitif berhubungan dengan kemampuan kreativitas. Lagi-lagi sama dengan definisi RenzulIi, Clark berpendapat bahwa siswa yang berbakat dapat menu njukan kapasitas kreatif yang luar biasa dalam bidang usaha kreatif

  • Ranah Sosial

Pada ranah sosial, iswa yang berbakat menunjukan kleinginan yang kuat untuk memenuhi potensi-potensi pribadi mereka, sementara ia juga membuat kontribusi sosial yang positif. Mereka dapat menggunakan kemampuan intelektual tinggi terhadap solusi masalah – masalah lingkungan sosial budaya mereka.

  1. Interaksi faktor-faktor keberbakatan

David feldman telah melakukan penelitihan longituninal dan akstensi pada 6 sampel anak yang di anggap “prodigie”( feldman ,1980, 1986).ada bidang- bidang yang ditelitinya:

  • Memilki kemampuan luar biasa
  • Ketika lahir kemampuan ini diketahui, dinilai, dan membantu perkembangan kemampuan tersebut,
  • Menerima pengajaran dari guru terbaik yang memiliki pengetahuan yang sangat luar biasa atas suatu ranah dansejarahnya,dan menenamkan pengetahuan itudengan menggunakan minat dan komitmen untuk belajar
  • Menunjukan dorongan dari dalam yang kuat dan komitmen yang pada bidang mereka.
  1. Kuat namun rentan

Kekuatan yang dasyat yang dimiliki siswa berbakat dapat menjadi lemah dalam interaksi mereka dengan guru dan murid lain.hal ini berlaku jika kekuatan ini tidak disalurkan dengan cara yang tepat.beberapa atribut positif yang telah di catat yang mungkin menjadi sifat siswa-siswa tersebut adalah:

  • Kecenderungan untuk menguasai diskusi kelas.
  • Ketidaksabaran menungu mata pelajaran atau tugas berikut.
  • Resisten terhadap prosedur perintah,aturan, dan standar.
  • Kecenderungan memulai mata pelajaran pada diskusu kelas.
  • Kemungkinan menjadi menjadi bosan dengan penggulangan.
  • Seringkali mengubah perhatian dan keterkaitan.
  • Kecenderungan memaksa mengetahui dengan logika sebelum tugas dan aktivitas di dapat (Heward dan Orlansky)
  1. Pilihan pendidikan

Meliputi :

  • Penambahan atau percepatan aktivitas dikelas umum.
  • Kelas khusus paruh waktu.
  • Kelas khusus penuh.
  • Sekolah berasrama khusus.
  • Pencangkokan kegiatan ektra kurukuler disekolah menegah dan collge
  • Kelas lanjutan diberikan selama periode waktu non sekolah oleh college/ universitas atau lembaga-lembaga masysrakat
  • Magang dan program tutorial( milgram dan Golring).

  1. CARA MEMBANTU SISWA BERPOTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA AGAR BERHASIL DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Kritikan-kritikan inklusif mengenai pendidikan siswa yang berbakat telah melahirkan argumen-argumen betapa pentingnya program pemisahan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa ini:

  • Program khusus bagi siswa berbakat telah di bentuk karena kebutuhan mereka tidak terpenui di kelas umum.
  • Keadaan kelas seperti kelas standar, kurngnya pelatihan guru,dan kebutuhan untuk bersaing pada guru membuat sulit bagi guru
  • Untuk mengadapi pengajaran bagi siswa yang berbakat
  • Penelitihan membutikan, guru yang lebih memungkinkan membvuat perubahan metoda pengajaran untuk pembelajaran yang biasa, bukan pembelajran yang pintar.

Hasil-hasil program inklusi jauh dari persetujuan yang positif (tomlinson, 1995 dalam J.David Smith,2006). Cara meningkatkan pertumbuhan menangani siswa berbakat.

Beberapa sifar yang membantu guru agar bekerja lebih efektif dengan siswa berbakat seperti :

  • Keterbukaan intelektual
  • Menikmati suasana belajar dan belajar dari orang lain
  • Merasa tentram mengenai siswa yang mrengetahui lebih banyak pelajar dari pada guru
  • Kemampuan membiarkan siswa mempelajari topik yang bukan merupakan bagian kurikulum yang direncanakan
  • Keinginan untuk memberi siswa mendapat kemajuan sesuai dengan tingkat kemampuannya

Kualitas yang paling penting dari guru unggul adalah pengabdian yang tulus terhadap pertumbuhan tiap siswa. Karena untuk semua anak-anak, siswa berbakat membutuhkan perhatian dan pengertian guru-guru mereka. Siswa berbakat kemungkinan menghadapi masalah dikehidupan sekolah mereka seperti halnya siswa penyandang hambatan menghadapi kesulitan. Masalahnya mungkin berbeda, namun membutuhkan dorongan dan nasehat yang sama. Perke(1989) memberikan empat petunjuk yang dapat membantu guru dalam memenuhi kebutuhan siswa – siswa tersebut

  • Terima setiap siswa sebagai seorang yang memiliki kemampuan berbeda
  • Menciptakan pembelajaran berbasis siswa
  • Merancang model-model pengajaran yang menghargai sumbangan yang khas dari tiap siswa
  • Ingatlah”siswa berbakat bukanlah yang lebih baik”mereka hanya berbeda dalam kemampuan, kebutuhan dan minat

Perbedaan Dalam Kelas

Perbedaan dalam kurikulum kelas merupakan suatu srategi penting meningkatkan keberhasilan siswa yang berbakat. Perbedaan perlu disebabkan oleh tiga sifat penting siswa-siswa tersebut:

  • Mereka seringkali memiliki kepentingan yang berbeda dari siswa lainnya
  • Mereka seringkali memiliki kemampuan mempelajar pelajaran baru lebih cepat dibanding siswa lain
  • Mereka seringkali memiliki kemampuan dan belajar lebih banyak dl;am pelajaran yang mereka pelajari (piirto, 1994 dalam J.David Smith2006)

Perbedaan yang diperlukan dalam memberi pengajaran bagi siswa dengan kategori keberbakatan harus dilakukan dalam beberapa cara:

  • Perbedaan minat
  • Perbedaan dalam rentangan belajar
  • Perbedaan dalam kedalaman
  • Perbedaan kemandirian berfikir dan bimbingan belajar

Jenis pelajaran diatas dapat terjadi di kelas berpusat pada siswa. Beberapa ciri student-centered classroom sebagai berikut:

  • Tiap siswa adalah partnern dalam pembuatan keputusan kurikulum. Stiap siswa diperbolehkan ikut serta dalam aktifitas yang terencana dan dapat mengambil pilihan untuk mengembangkan kemampuannya
  • Pembelajaran kelompok individu, kelompok kecil dan seluruh kelompok dipermudah
  • Guru dpat berpindah-pindah dari kelompok yang satu kekelompok yang lainnya, untuk tugas individu dan aktifitas kelompok seluruhnyiharapkan ada sepanjang hari
  • Diharapkan ada tingkat aktifitas dan keributan yang beralasan. Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran diharapkan aktif setiap saat
  • Perencaan individual dibuat dan dilakukan oleh semua siswa. Rencana-renca itu berdasarkan pada kemampuan, prestasi dan kepentingan siswa

Menurut silverman 1986-1988 memberikan saran-saran untuk kesempatan pendidikan bagi perempuan yang berbakat sebagai berikut:

  • Memiliki harapan yang tinggi bagi pencapaian pendidikan perempuan
  • Percaya pada kemampuan logis dan matematis perempuan
  • Berikan pria dan perempuan dengan model peranan perempuan yang positif
  • Rekrut perempuan secara aktif dalam penempatan posisi yang tinggi dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan
  • Dorong tingkat ketertarikan dan bakat yang lebih luas bagi perempuan
  • Berilah perhatian yang lebih besar dalam penggunaan bahasa non-seksis (bias gender) dalam matra pelajaran,komunikasi kelas, dan bahasa secara umum

DAFTAR SUMBER

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online) diakses tanggal 10 Februari 2012

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press

CARA MEMBANTU ANAK AUTISME AGAR BERHASIL DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard

ANAK AUTISME

 

  1. PERISTILAHAN

           Seperti kita ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan:

  • Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
  • Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
  • Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.
  • Autistic disorder = gangguan autistic= anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam criteria DSM-IV ( Diagnostic and Statictical Manual-IV).

 

  1. PENGERTIAN ANAK AUTISME

           Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran. Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri.

           Leo Kanner (Handojo,2003) autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.
Chaplin (2000) mengatakan : (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri (3) Keyakinan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.

           American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000).

           Anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola bermain; Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun) (Power, 1983). Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)

           Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masik dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.

           Ditinjau dari segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.

           Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.

           Ditinjau dari segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.

           Ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.

           Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.

  1. PREVALENSI ANAK AUTISME

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

  • Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families
  • Chromosome 7 – speech / language chromosome
  • Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.

Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta.

  1. KLASIFIKASI ANAK AUTISME

Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga, antara lain:

  1. Autisme Persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir. Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
  2. Autisme Reaksi : terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah rumah/ sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memumculkan gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis.
  3. Autisme yang timbul kemudian : terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.

Menurut Cohen & Bolton (1994) autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya yaitu :

a). Autisme ringan

Pada kondisi ini, anak autisme masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autisme ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi pun masih bisa dilakukan secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. Tindakan-tindakan yang dilakukan, seperti memukulkan kepalanya sendiri, mengigit kuku, gerakan tangan yang sterotipik dan sebagainya, masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah. Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya.

b). Autisme sedang

Pada kondisi ini, anak autisme masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun ia tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.

c). Autisme berat

Pada kondisi ini, anak autisme menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autisme memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autisme tetap memukul-mukulkan kepalanya. Ia baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur. Kondisi yang lainnya yaitu, anak autisme terus saja berlarian didalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut malam, keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, ia terlihat sudah sangat kelelahan dan tak berdaya. Tapi dia masih terus berlari sambil menangis. Sepertinya dia ingin berhenti, tapi dia tidak mampu karena semua diluar kontrolnya. Sampai akhirnya dia terduduk dan tertidur kelelahan. Seringkali pengklasifikasian ini disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism R.S ( CARS ).

 

  1. PENYEBAB ANAK AUTISME

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

  1. Menurut Teori Psikososial

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

  1. Teori Biologis
  • Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
  • Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
  • Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
  • Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi.
  • Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
  1. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dsb.
  2. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

Beberapa yang dicurigai sebagai salah satu faktor-faktor penyebab autisme, yaitu:

  1. Genetik

Menurut Proquest, (2004) Hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 1961 sampai 2003 menunjukkan adanya interaksi berbagai macam faktor genetic sebagai penyebab utama dari gangguan autisme. Namun identitas dan jumlah gen yang tidak stabil dapat menganggu perkembangan otak yang akhirnya menghasilkan gangguan autisme. Dalam satu keluarga, jika anak pertama mengalami autisme maka kemungkinan anak kedua juga mengalami autisme sekitar 10-20 %.

  1. Kelainan Otak

Walaupun gangguan autisme belum ditemukan secara pasti, abnormalitas dalam struktur otak merupakan penjelasan yang diterima secara umum. Pemeriksaan terhadap otak menunjukkan adanya perbedaan bentuk, struktur, dan fungsi otak pada anak autisme.

  1. Lingkungan

Selama proses kehamilan dan kelahiran bayi, faktor lingkungan seperti infeksi yang disebabkan oleh virus, ketidakseimbangan metabolisme, dan terkena bahan kimia dapat menjadi penyebab gangguan autisme pada bayi. Ibu hamil berusia di atas 35 tahun lebih rentan melahirkan bayi dengan gangguan autisme. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, pendarahan yang terjadi antara usia kehamilan empat sampai delapan bulan juga dapat menyebabkan bayi terlahir autisme (Bettelheim, 1963).

  1. Kondisi Medis Tertentu

Menurut Autism-Society (2004) Autisme cenderung terjadi pada individu dengan kondisi medis tertentu, seperti Fragile-X Syndrome, Tuberus Sclerosis, Congenital Rubella Syndrome, dan Phenylketonuria.

  1. Vaksinasi

Sampai saat ini pernyataan mengenai vaksinasi sebagai penyebab gangguan autisme masih diperdebatkan kebenarannya. Walaupun demikian, satu hal yang pasti adalah bahwa anak memang terlahir dengan potensi untuk mengalami gangguan autisme (autism-society, 2004).

Cohen dan Bolton (1994) mengemukakan bahwa pada anak yang menderita autism diketemukan adanya masalah neurobiologis dengan cerebral cortex, cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus, hipofisis, medulla dan saraf-saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf pendengaran. Selain itu, beberapa penyebabnya diketahui, antara lain keracunan logam berat ketika anak dalam kandungan, seperti timbale, merkuri, cadmium, spasma infantile, rubella congenital, sclerosis tuberose, lipidosis serebral, dan anomaly kromossom x rapuh. Dawson dan Castelloe (1985) mengemukakan bahwa autisme dikatakan sebagai gangguan neurobiologis yang disertai dengan beberapa masalah, seperti autoimunitas, gangguan pencernaan, dysbiosis pada usus, gangguan integrasi sensori, dan ketidakseimbangan susunan asam amino. Hal ini merupakan beberapa kondisi yang sering dijumpai.

  1. KARAKTERISTIK ANAK AUTISME

Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:

  1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
  2. Selalu diam sepanjang waktu.
  3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
  4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.
  5. Tidak tampak ceria.
  6. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Anak autis mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:

  1. Komunikasi:
  • Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
  • Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,
  • Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
  • Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
  • Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
  • Senang meniru atau membeo (echolalia)
  • Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
  • Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
  • Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
  1. Interaksi sosial:
  • Penyandang autistik lebih suka menyendiri
  • Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
  • Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
  • Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
  1. Gangguan sensoris:
  • sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
  • bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
  • senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
  • tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
  1. Pola bermain:
  • Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
  • Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
  • tidak kreatif, tidak imajinatif
  • tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar
  • senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
  • dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
  1. Perilaku:
  • Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
  • Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang
  • Tidak suka pada perubahan
  • Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
  1. Emosi:
  • sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan
  • temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
  • kadang suka menyerang dan merusak
  • Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
  • tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

 

  1. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISME
  2. Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas

Merupakan produk dari Lovaas dkk pada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial, namun mempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada anak-anak penyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari oleh model perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang merupakan faktor utama dari program intensive DTT. Pengertian dari Applied Behavioral Analysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari berbagai prinsip dan Tehnik yang membentuk teori pembelajaran perilaku (behavioral learning), adalah
suatu hal yang penting dalam memahami teori perilaku Lovaas ini.

Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning) didasari oleh 3 hal:

  1. Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaitu antecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.
  2. Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek pada
    reaksi perilaku yang muncul.
  3. Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecendent dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik dapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui time out, hukuman, atau dengan kata ‘tidak’). Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4 bagian yaitu:

– stimuli dari guru agar anak berespons

– respon anak

– konsekwensi

– berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya

  1. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for preschooler and parents)

Intervensi LEAP menggabungkan Developmentally Appropriate Practice (DAP) dan tehnik ABA dalam sebuah program inklusi dimana beberapa teori pembelajaran yang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun metoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak
penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktis
yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak. Oleh sebab itu,
dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada central social
deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang diperolehnya, model LEAP
menggunakan teknik pengajaran reinforcement dan kontrol stimulus. Prinsip
yang mendasarinya adalah :

  1. Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu
  2. Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat
  3. Keberhasilan semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama
  4. Anak penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya
    mereka
  5. Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual
  6. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan dari kegiatan yang mencerminkan DAP. Kerangka konsep DAP berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.
  7. Floor Time:

Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori perkembangan interaktif
yang mengatakan bahwa perkembangan ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun
pertama kehidupan didasarkan pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder
1997a). Jadi hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam
teori dan praktek model ini.

Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terintegrasi untuk intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan
(relationship) dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yang
sistematik inilah yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program ini
diantaranya:

  • Pentingnya relationship
  • enam acuan (milestone) sosial yang spesifik
  • teori hipotetikal tentang autistic
  1. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children)

Divisi TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA, yang
melayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagai
sistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga
program yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang
berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak
penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa,
terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjangan
hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harus
memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology,
lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa dan
psikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku,
perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan erat
dengan teori dasar autisme.

Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:

  • Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
  • Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
  • Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
  • Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
  • Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
  • Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
  • Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
  • Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
  • Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
  • Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

Bentuk Layanan Pendidikan Anak Autisme

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

  1. Kelas transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

  1. Program Pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:

  • Guru terkait telah siap menerima anak autistik
  • Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
  • Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
  • Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
    1. Program Pendidikan Terpadu

Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

  1. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

  1. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

  1. Panti Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:

  • Pengenalan diri
  • Sensori motor dan persepsi
  • Motorik kasar dan halus
  • Kemampuan berbahasa dan komunikasi
  • Bina diri, kemampuan sosial
  • Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
  1. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK AUTISME
  2. Pelaksanaan Identifikasi anak autisme harus mengacu pada :
  3. Rujukan untuk terapi
  4. Asesment, yang dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu.
  5. IEP (Indivual educational Plan and Program)
  6. Persetujuan Orang tua
  7. Evaluasi

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:

  • Evaluasi Proses

Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara visual dan kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.

  • Evaluasi Bulan

Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah. Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.

  • Evaluasi Catur Wulan

Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.

  1. Pengembangan Kurikulum

       Anak autisme memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian programpun tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih dan dikembangkan oleh guru dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi.

  1. Ketenagaan

       Ketenagaan dalam penyelenggaran pendidikan autistik meliputi beberapa komponen yaitu :

  • Tenaga kependidikan
  • Tenaga non kependidikan para akademisi
  • Tenaga administrasi
  • Tenaga penyelenggara
  • Tenaga pengelola

  1. Sarana dan Prasana

Sarana disesuaikan dengan tahapan usia anak, ayitu usia pra sekolah, sekolah dasar dan pendidikan menengah. Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit. Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih dengan sarana belajar yang kongkrit

  1. Lingkungan

Lingkungan pada anak autisme yaitu :

  • Keluarga
  • Masyarat sekitar tempat pendidikan
  • Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autisme
  • Masyarakat secara luas

  1. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dan tenaga pengajar.

  1. Komponen kegiatan belajar mengajar
  • Anak didik
  • Guru pembimbing
  1. Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran
  • Terstruktur

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.

Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola”. Dan “merah”. Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi “Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :

– Struktur waktu

– Struktur ruang, dan

– Struktur kegiatan

  • Terpola

Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.

Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).

  • Terprogram

Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula selanjutnya.

  • Konsisten

Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.

  • Kontinyu

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).

  1. Hambatan proses belajar mengajar dan solusinya
    • Masalah Perilaku

Masalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri dan stereotip. Bila perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :

  • Memberikan Reinforcement.
  • Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
  • Siapkan kegiatan yang menarik dan positif
  • Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.
  • Masalah Emosi :

Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya; menangis, berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk, destruktif, tantrum.Cara mengatasinya :

  1. Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya
  2. Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.
  3. Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
    • Masalah Perhatian (Konsentrasi)

Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang lama dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi anak. Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:

  1. Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.
  2. Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.
  3. Istirahat sebentar kemudian kegiatan dilanjutkan kembali, dimaksudkan untuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal: menyanyi, bermain,
  • Masalah Kesehatan

Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajar mengajar tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatan belajar tetap dapat dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi anak.

  • Orang Tua

Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan Orang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama seperti informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin tatap muka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik atau anak dengan kebutuhan khusus.

  • Masalah Sarana Belajar

Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk kepentingan terapi anak-anaknya misalnya :

– Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,

– Buku-buku pelajaran siswa,

– Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,

– Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.

 

DAFTAR SUMBER

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Dina. 2010. Makalah Anak Autis. http://blogpoenyadina.blogspot.com/2010/12/makalah-anak-autis.html (online) diakses tanggal 27 April 2012

Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online) diakses tanggal 10 Februari 2012

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU KELAS, GURU BIDANG STUDI DAN GURU PEMBIMBING KHUSUS DAN KERJASAMA DENGAN ORANG TUA DAN MASAYARAKAT DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard
  1. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU KELAS, GURU BIDANG STUDI, DAN GPK DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF
  2. Peran dan Tanggung Jawab Guru Kelas

Guru kelas adalah guru yang mengikuti kelas pada satuan pendidikan sekolah dasar atau yang sederajat, yang bertugas melaksanakan pembelajaran seluruh mata pelajaran pada satuan pendidikan tersebut, kecuali pendidikan agama dan olahraga.

  1. Berkomunikasi secara berkala dengan keluarga, yaitu: orangtua atau wali tentang kemajuan anak mereka dalam belajar dan berprestasi;
  2. Bekerja sama dengan masyarakat untuk menjaring anak yang tidak bersekolah, mengajak dan memasukkannya ke sekolah;
  3. Menjelaskan manfaat dan tujuan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran kepada orangtua peserta didik;
  4. Mempersiapkan anak agar berarti berinteraksi dengan masyarakat sebagai bagian dari kurikulum, seperti mengunjungi museum, memperingati hari-hari besar keagamaan dan nasional;
  5. Mengajak orangtua dan anggota masyarakat terlibat di kelas;
  6. Mengkomunikasikan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran kepada orangtua atau wali peserta didik, komite sekolah serta pemimpin dan anggota masyarakat;
  7. Bekerja sama dengan para orangtua untuk menjadi penyuluh lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran di lingkungan sekolah dan masyarakat.
  8. Peran dan Tanggung Jawab Guru Studi

                Guru mata pelajaran adalah guru yang bertanggung jawab melaksanakan pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan Sekolah Dasar dan yang sederajad, Sekolah Menengah Pertama dan yang sederajat, Sekolah Menengah Atas dan yang sederajat, serta Sekolah Menengah Kejuruan atau Madrasah Aliyah Kejuruan. Tugasnya adalah membantu guru kelas dan guru pembimbing khusus dalam pelaksanaan pembelajaran yang efektif bagi siswa.

  1. Peran dan Tanggung Jawab Guru Pembimbing Khusus (GPK)

Guru Pendidikan Khusus adalah guru yang berkualifikasi sarjana (S1) pendidikan luar biasa (ortopedagog) yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pendamping, dan bekerja sama dengan guru kelas atau guru bidang studi dalam memberikan assesmen, menyusu program pengajaran individuan. Disamping itu GPK bertugas memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif. Materi yang menjadi tanggung jawab GPK meliputi layanan pembelajaran pra-akademik, layanan kekhususan dan layanan pendidikan bagi anak berk4ebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pembelajaran akademik. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya, maka GPK haruslah berlatar belakang pendidikan khusus atau guru reguler yang telah mendapatkan pelatihan yang memadai tentang layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Selain berperan seperti halnya guru pada umunya, GPK memiliki peran khusus yaitu:

  1. Mengembangkan dan memelihara kesepadanan optimal ABK dengan anak lain.
  2. Menjaga agar kehadiran ABK tidak mengganggu pelaksanaan program endidikan sekolah umum.
  3. Mengembangkan dan meningkatkan program pendidikan inklusi.
  4. Mengusahakan keserasian suasana pendidikan di sekolah dan di tengah-tengah keluarga anak berkebutuhan khusus.

Tugas Guru Pembimbing Khusus :

  1. Tugas menyelenggarakan assesmen

Asesmen adalah penilaian yang mengacu pada berbagai Instrumen yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi seperti pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan tingkah laku anak. Proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak Penyelenggaraan asesmen khusus bertujuan :

  • Mengetahui jenis dan tingkat ABK.
  • Mengetahui jenis dan tingkat kendala ABK.
  • Mengetahui berbagai potensi yang dimiliki ABK.
  • Mengetahui berbagai kebutuhan ABK.
  • Mengetahui kemajuan atau hasil pencapaian ABK dalam proses pelayanan kependidikan khusus.

         Tugas menyelenggarakan asesmen dilakukan secara bertahap meliputi:

  • asesmen diagnostik, dilaksanakan pada waktu ABK mulai masuk sekolah atau pada waktu mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar.
  • asesmen formatif, dilaksanakan bersamaan penyelenggaraan bimbingan, latihan, pengajaran kompensatif.
  • asesmen sumatif, dilaksanakan pada tahap akhir penyelenggaraan pendidikan khusus.
  1. Tugas menyelenggarakan kurikulum plus (pendidikan kompensatoris)

Kurikulum tambahan ini tidak ada dalam kurikulum standar. Kurikulum tambahan ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan kompensatoris yang bersifat membimbing, melatih,dan membenahi anak berkebutuhan khusus untuk mempersiapkan berintegrasi ke dalam klas bersama-sama anak awas. Penyelenggaraan kurikulum plus bertujuan mencapai kesepadanan optimal ABK dengan peserta didik lain.

Kurikulum plus ini terdiri dari dua bagian :

  • Memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan kemampuan mereka melaksanakan kehidupan sekolah. Bagian ini meliputi: latihan kedriaan, latihan Orientasi dan Mobilitas (tunanetra), bina persepsi bunyi dan irama (tunarungu), bina diri (tunagrahita), bina gerak (tunadaksa), bina pribadi dan sosial (tunalaras), bina komunikasi (autis), latihan Olah Raga dan Kesehatan, latihan keterampilan sehari-hari, dan bimbingan sosialisasi. Bagian pertama dari kurikulum plus ini disebut juga bimbingan penyesuaian anak berkebutuhan khusus di sekolah.
  • Memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk mempersiapkan diri mengikuti pelajaran di dalam klas. Bagian ini meliputi pengajaran konsep dasar bahasa, baca tulis Braille (tunanetra), komunikasi total (tunarungu) dan pengajaran konsep dasar matematika, IPA, dan IPS; serta latihan alat bantu-peraga khusus. Bagian kedua dari kurikulum plus ini disebut bimbingan penyesuaian anak berkebutuhan khusus ke dalam klas.
  1. Tugas menyelenggarakan layanan pembelajaran khusus

Pengajaran khusus adalah pengajaran yang diberikan kepada ABK yang di dalam proses belajar mengalami ketidaksesuaian dengan tuntutan kurikulum standar. Penyelenggaraan ini bertujuan mencapai kesesuaian optimal ABK dengan tuntutan program pendidikan mereka.

Pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan meliputi:

  • Pengajaran remedial, diberikan jika ABK di dalam proses belajar mengajar di klas mengalami ketidakjelasan, salah pengertian dan atau kesalahan cara mengajar guru,
  • Pengajaran akselerasi, diberikan kepada ABK yang mengalami kecerdasan istimewa dan berprestasi luar biasa dalam pelajarannya,
  • Pengajaran pengayaan, diberikan kepada semua ABK untuk memperkaya pengalaman kongkret sesuai dengan program pengajaran mereka.
  • Pembelajaran individual dengan program pembelaaran individual (PPI): dilaksanakan terhadap ABK dengan kecerdasan di bawah rata-rata dan tidak mampu mengikuti pembelajaran dengan kurikulum standar.
  1. Tugas menyelenggarakan kunjungan rumah

Tugas menyelenggarakan kunjungan rumah adalah pelayanan kepada orang tua dan anggota keluarga ABK untuk mengembangkan pengertian dan sikap wajar terhadap ABK.

Penyelenggaraan kunjungan rumah bertujuan menyelaraskan, menyerasikan, dan menyepadankan suasana pendidikan di rumah dan suasana pendidikan & sekolah, yang tugas-tugasnya meliputi:

  1. Bimbingan kepada orangtua dan keluarga ABK.
  2. Bimbingan dan latihan-latihan kepada ABK terhadap hal-hal yang sulit dilaksanakan di sekolah.
  1. Tugas menyelenggarakan adaptasi media

Adaptasi media misalnya kegiatan mengalihhurufkan dari huruf Braille ke huruf visual, atau sebaliknya, serta memperbesar ukuran huruf untuk anak low vision. Penyelenggaraan adaptasi media bertujuan:

  • Menghilangkan kesenjangan komunikasi tertulis/ lesan antara ABK dengan para Guru Klas / Guru Bidang studi.
  • Melengkapi bahan pelajaran tertulis yang relevan dengan ABK (tunanetra: dalam huruf Braille dan atau huruf visual ukuran besar).
  1. Tugas pengelolaan alat bantu/ paraga khusus/ buku khusus/ media khusus

Pengelolaan alat bantu/ peraga khusus adalah pengelolaan alat pengajaran, alat peraga, dan buku-buku khusus bagi ABK, Pengelolaan alat bantu/ peraga khusus bagi ABK bertujuan:

  • Menjamin efisiensi optimal penggunaan alat bantu/peraga khusus dan buku-buku ABK.
  • Membebaskan para Guru Klas / Guru Bidang studi dari tugas mengelola alat bantu/peraga khusus.

Tugas mengelola alat bantu/peraga khusus dan buku ABK meliputi:

  • Menyimpan serta merawat alat bantu/peraga khusus dan buku ABK.
  • Mengatur penggunaan alat bantu/peraga khusus dan buku ABK.
  • Mengurus pengadaan alat bantu/peraga khusus dan buku ABK.
  • Mengembalikan alat bantu/peraga khusus dan buku ABK yang sudah tidak digunakan secara aktif pada Pusat Material Pendidikan Inklusi Tunanetra.
  • Membuat alat bantu/peraga sederhana.
  1. Tugas menyelenggarakan pengembangan program

Pengembangan program Pendidikan Inklusi adalah:

  • Pembinaan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas para GPK dan guru kelas/ mata pelajaran/ BP.
  • Pembinaan wawasan, sikap dan perilaku profesional di kalangan para GPK dan guru kelas/ mata pelajaran/ BP.
  • Melakukan bimbingan kepada guru kelas/ mata pelajaran dalam mengadaptasi pembelajaran agar pembelajaran dapat dilakukan mampu mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik (termasuk ABK).
  • Melakukan bimbingan kepada guru kelas/ mata pelajaran dalam mengadaptasi penilaian.
  • Melakukan bimbingan kepada warga sekolah dalam memperlakukan ABK dengan tepat.
  1. Tugas menyelenggarakan administrasi khusus

Administrasi khusus adalah segala kegiatan administrasi yang diperlukan bagi ABK dan yang tidak termasuk ke dalam administrasi sekolah. Penyelenggaraan administrasi khusus bertujuan:

  • Menjaga kelancaran dan kestabilan administrasi sekolah.
  • Mendukung dan melengkapi tugas-tugas para GPK dan dan guru kelas/ mata pelajaran/ BP.

Tugas menyelenggarakan administrasi khusus meliputi:

  • Menyusun jadwal tugas seminggu untuk masa pelaksanaan satu semester/ tahunan, dan mengusahakan pengesahannya kepada Kepala Sekolah.
  • Menyusun laporan pelaksanaan tugas bulanan dan menyampaikan kepada Kepala Sekolah serta pihak-pihak lain yang berkepentingan
  • Merekam hasil asesmen dan evaluasi khusus, menyimpan dan mengatur penggunaan dokumen-dokumen evaluasi khusus,
  • Menyelenggarakan administrasi pelaksanaan kurikulum plus/ pengajaran kompensatif, kunjungan rumah, pengelolaan alat bantu/peraga khusus, adaptasi media/ alat, serta menyelenggarakan administrasi pengembangan program.
  • Melaksanakan administrasi yang berkaitan dengan jabatan GPK .

 

  1. KERJASAMA DENGAN ORANG TUA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF
  2. Kerjasama dengan Orang Tua/Keluarga
  3. Mendukung pelaksanaan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran di sekolah;
  4. Berpartisipasi aktif dalam mensosialiasikan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran di berbagai komunitas;
  5. Bersedia menjadi narasumber sesuai keahlian dan profesi yang dimiliki;
  6. Menginformasikan nilai-nilai positif dari pelaksanaan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran kepada masyarakat secara luas;
  7. Bekerja sama dengan anggota komite sekolah atau pihak lain dalam pengadaan sumber belajar;
  8. Aktif bekerja sama dengan guru dalam proses pembelajaran untuk anak yang berkebutuhan khusus;
  9. Aktif dalam memberikan ide/gagasan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran.
  10. Kerjasama dengan Masyarakat
  11. Mitra pemerintah dalam mendukung terlaksananya model pendidikan inklusi;
  12. Memperluas akses pendidikan dan pekerjaan bagi anak berkebutuhan khusus;
  13. Membangun dan mengembangkan kesederhanaan akan hak anak untuk memperoleh pendidikan;
  14. Melakukan kontrol sosial akan kebijakan pemerintah tentang pendidikan;
  15. Membantu mengidentifikasi anak yang berkebutuhan khusus yang belum bersekolah di lingkungannya;
  16. Sebagai tempat wadah belajar bagi peserta didik;
  17. Merupakan sumber informasi, pengetahuan dan pengalaman praktis;
  18. Mendukung sekolah dalam mengembangkan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran

Hubungan Sekolah dengan Keluarga dan Masyarakat

Banyak cara yang efektif untuk menjalin hubungan sekolah dengan orangtua dan keluarga peserta didik serta masyarakat. Hubungan yang efektif dimaksudkan untuk membantu pengembangan pendidikan anak dalam lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Hubungan efektif sekolah, orangtua dan masyarakat dapat dilakukan melalui:

  • Mengadakan pertemuan dengan keluarga dan kelompok masyarakat untuk memperkenalkan diri anda. Jelaskan kepada mereka makna keragaman dalam kelas dan pelajaran yang ramah.
  • Jadwalkan diskusi informal, satu atau dua kali dalam setahun dengan orangtua dan komite sekolah untuk menggali potensi belajar anak mereka. Tunjukkan contoh hasil karya anak, tekankan bakat dan prestasi yang dimiliki anak, dan bicarakan bagaimana agar dapat belajar lebih baik jika ia bisa mengatasi hambatannya.
  • Kirim hasil karya anak ke rumahnya agar orangtuanya mengetahui perkembangan potensi anaknya kemudian mintalah pendapat mereka.
  • Biasakanlah anak membahas apa yang telah dipelajari di rumah dengan memanfaatkan informasi pelajaran yan diperoleh dari sekolah. Juga komunikasikan dengan orang tua bagaimana dan apa yang telah dipelajari di kelas dengan mengaitkan kegiatan dan perannya di rumah. Dengan kata lain, tunjukkan bagaimana pengetahuan yang diperoleh di kelas bisa digunakan di rumah dan di masyarakat.
  • Lakukan kunjungan sumber belajar di masyarakat atau minta anak mewawancarai orangtuanya, atau kakek-neneknya tentang kegiatan saat masa kanak-kanak dalam kehidupan bermasyarakat. Minta anak menuliskan cerita atau karangan tentang “Kehidupan Masyarakat di Masa Lalu”.
  • Ikutsertakan anggota keluarga dalam kegiatan kelas dan undang ahli-ahli di masyarakat untuk berbagi pengetahuan mereka di kelas.

Memelihara Komunikasi

Dalam konsep pendidikan inklusif diperlukan kerja sama antar pemerintah, sekolah, orangtua dan masyarakat yang dimulai dengan komunikasi. Dalam komunikasi satu sama lain tidak saling menunggu (interaktif), tetapi diperlukan inisiatif dari kedua belah pihak. Komunikasi interaktif menempatkan semua pihak sama penting. Pemerintah, sekolah, orangtua dan masyarakat diharapkan mampu memulai dan menyampaikan pesan yang berhubungan dengan kebutuhan belajar anak.

Komunikasi yang interaktif perlu dilanjutkan dengan tindakan partisipatif, yakni mengembangkan hubungan kerja sama sekolah, orangtua dan masyarakat untuk menjadikan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran anak.

 

DAFTAR SUMBER

Azwandi, Yosfan, dkk. 2005. Bahan Ajar Pendidikan Inklusif. Padang : Jurusan PLB FIP UNP

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Depdiknas Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2007. Kebutuhan dan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Jakarta : Depdiknas

Suyanto. 2007. Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP). Jakarta : Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

 

KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

Standard

KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

  1. PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR

Kesulitan belajar (learning disability) adalah istilah umum yang mengacu pada beragam kelompok gangguan yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan menggunakan kemampuan mendengarkan , berbicara , membaca, menulis, atau kemampuan matematis.

Gangguan ini bersifat internal bagi bagi individu dan diperkirakan penyebabnya adalah tidak berfungsinya sistem saraf pusat, dapat muncul selama rentang kehidupan. Kesulitan-kesulitan dalam mengatur sikap siri sendiri, persepsi sosial dan interaksi sosial dapat terjadi bersamaan dengan kesulitan belajar namun tidakmerupakan suatu bentuk ketidakmampuan belajar dapat terjadi bersama-sama atau disertai dengan kondisi kecacaran (handicapped) lainnya, misalnya gngguan sensorik (sensory impairment) , terbelakang mental (mental retardation).

  1. MACAM-MACAM KESULITAN BELAJAR

Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok; 1) Kesulitan belajar yang berhubungan daengan perkembangan (developmental learning disabilities), dan 2) Kesulitan belajar akademik (academic learnimg disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan ketrampilan menulis dan membaca.

Dari kedua kelompok kesulitan belajar tersebut dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut.

  1. Dilihat dari jenis kesulitan belajar:
  1. a) Ada yang berat,
  2. b) Ada yang sedang
  1. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari:
  1. a) Ada yang sebagian bidang studi,
  2. b) Ada yang keseluruhan bidang studi
  1. Dilihat dari sifat kesulitannya:
  1. a) Ada yang sifatnya permanen atau menetap,
  2. b) Ada yang sifatnya hanya sementara
  1. Dilihat dari segi faktor penyebabnya:
  1. a) Ada yang karena faktor inteligensi,
  2. b) Ada yang karena faktor non inteligensi
  3. KARAKTERISTIK ANAK BERKESULITAN BELAJAR
  4. Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
  5. Perkembangan membaca terlambat
  6. Kemampuan memahami bacaan rendah
  7. Kalau membaca sering banyak kesalahan
  8. Anak yang mengalami kesulitan menulis (disagrafia)
  9. Kalau menulis tulisan sering terlambat selesai.
  10. Sering salah menulis huruf b dengan p,p dengan q, v dengan u,2 dengan 5,6 dengan 9 dan sebagainya
  11. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
  12. Tulisannya banyak salah/terbaik/huruf hilang
  13. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tidak bergaris
  14. Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
  15. Sulit mengoperasikan hitungan
  16. Sering salah membilang dengan urut
  17. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6,17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8 dan sebagainya.
  18. Sulit membedakan bangun-bangun.

  1. MASALAH YANG DIHADAPI SISWA BERKESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH
  2. Masalah bahasa (language problems)

Voget mengatakan (1975) bahwasannya anak –anak yang tidak dapat membaca dengan baik disekolah mempunyai kesulitan bahasa.Terrell percaya, bila anak –anak dengan hambatan bahasa masuk sekolah, kesulitan belajar mereka dapat dikurangi dengan menekankan pada bacaan dan akuisi dan kemampuan akademis lainnya.

Masalah-masalah bahasa seringkali menyangkut kesulitan dalam mengatur bahasa untuk mendapatkan komunikasi yang efektif. Anak-anak yang seperti ini sering diseut dengan sebutan “backward” artinya terbelakang ,atau seperti “baby talk” berbicara seperti bayi.

  1. Masalah perhatian dan aktivitas (attention and activity problems)

Anak-anak yang masih kecil tidak dapat diharapkan memfokuskan perhatiannya pada suatu benda, peristiwa atau orang dalam waktu yang lama. Anak-anak sekolah taman kanak-kanak biasanya masih belajar untuk “mengabaikan” informasi.guru yang efektif harus memiliki kepekaan terhadap anak-anak. Sebagian anak yang terus-menerus tidak dapat memusatkan perhatian akan dianggap mempunyai masalah-masalah perhatian (attention problem).

  1. Masalah daya ingat

Dalam penelitian Swanson (1990) melakukan test terhadap kemampuan memeori anak , mereka bisa membedakan antara anak yang mempunyai hambatan belajar dan yang tidak.berkurangnya fungsi memory pada anak yang mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memory yang efektif.

  1. Masalah kognisi (cognitive problems)

Anak-anak berkesulitan belajar sering memunculkan sikap di dalam kelas yang menunjukkan kurang kemampuan dalam menganalisis, membuat perencanaan dan pengaturan dalam suatu masalah.

  1. Masalah sosial dan emosi (social dan emotional problems)

Kesulitan yang memungkinkan lainnya bagi masalah-masalah sosial dan emosi yang dihadapi anak berkesulitan. Mereka salh menafsirkan kimunikasi emosional dan sosial dari orang lain. Mereka juga tidak memahami dampak dari sikapnya sendiri pada orang lain.

  1. CARA MEMBANTU ANAK BERKESULITAN BELAJAR DIKELAS INKLUSIF

Cara-cara yang praktis dalam pembelajaran kepada seluruh anak ialah:

  1. Strategi pembelajaran untuk anak dengan masalh perhatian/konsentrasi
  2. Ubahlah cara mengajarka dan jumlah materi baru yang akan diajarkan.
  3. Adakan pertemuan dengan anak.
  4. Bimbingan anak lebih dekat ke proses pembelajaran
  5. Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang
  6. Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelasaikan tugas
  7. Ajarkan self –monitoring of attention.
  8. Strategi pembelajaran untuk anak dengan masalah daya ingat (memory)
  9. Ajarkan menggunakan highlighting untuk membantu memancing ingatan.

Contoh penerapan highlighting kepada anak dengan dengan me-review satu materi bacaan dari buku teks mungkin sangat membantu.

  1. Ajarkan anak yang bermasalah dengan daya ingat untuk berlatih mengulang dan mengingat
  2. Strategi pembelajaran untuk anak dengan masalah kognisi
  3. Berikan materi yang dipelajari dalam konteks”highmeaning”.
  4. Menunda ujian akhir dan penilaian.
  5. Tempatkan anak dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”.
  6. Strategi pembelajaran untuk anak dengan masalah sosial dan emosional
  7. Buatlah sistem penghargaan kelas yang dapat diterima dan diakses
  8. Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain
  9. Mengajarkan sikap positif
  10. Strategi lain dalam membantu anak berkesulitan belajar

Beberapa strategi lainnya dalam membantu anak berkesulitan belajar yang dapat memberikan keberhasilan pembelajaran yang lebih besar , seperti dibawah ini:

  1. Mencari dan memantapkan kekuatan anak
  2. Menyediakan struktur dan petunjuk yang jelas. Serta memastikan bahwa anak memberi harapan guru
  3. Bersikap fleksibel dengan prosedur diruang kelas (misalnya, mengizinkan pemakaian tape recorder dan kalkulator)
  4. Menggunakan materi yang dapat dikoreksi sendiri
  5. Menggunakan computer dan teknologi lainnya
  6. Anak dan kesulitan belajar sering memerlukan waktu untuk tumbuh dan dewasa-bersabarlah.

Suatu model inklusi bagi anak berkesulitan belajar yang dicontohkan oleh the corvalis , montana ,project , menjelaskan bahwa proyek tersebut menerapakan ssuatu program inklusi yang telah diangkat sebagai model program,meliputi komponen-komponen berikut:

  1. Layanan konsultatif

Guru bersama-sama memutuskan perubahan dan adaptasi yang diperlukan untuk mempermudahkeberhasilan anak

  1. Pembelajaran tim

Usaha-usaha kerjasama bisa berbentuk salah seorang guru mengajarkan materi pelajaran, sementara yang lainnya, memenuhi perhatian individual agar mendapat keuntungan dari pelajaran.

  1. Sesi tutorial

Sesi –sesi proses pembelajaran individual dan kelompok kecil diberikan bagi anak-anak berkesulitan belajar atau yang mengalami hambatan perkembangan lainnya.

  1. Pembelajaran lintas kurikulum

Guru dari kelas yang berbeda bekerja sama dalam membuat acara-acara sekolah seperti anak dari berbagai usia, juga dari tingkat kemampuan yang berbeda, dilibatkan dalam kegiatan ini.

  1. Pembelajaran kooperatif

Bekerja sama dalam kelompok akan mendorong perkembangan kemampuan sosial dan komunikasi anak-anak,pembelajaran kooperatif ini sangat tepat untuk menciptakan sifat toleransi pada anak-anak dan merasakan manfaat dari usaha bersama.

  1. Tutor sebaya

Agar memperkokoh hubungsn di dalam kelas.

  1. Alat bantu (assistive technology)

Alat bantu ini bisa berupa alat bantu dasar seperti : sendok dan baki , sehingga anak dengan hambatan fisik kategori berat dapat makan dengan baik dan menggunakan peralatan komputer dengan lancar.

  1. Pembelajaran dengan bantuan komputer( computer-assisted intruction).

Komputer terbukti berperan dalam membantu anak penyandang hambatan agar mereka dapat belajar lebih efektif.Perangkatkeras dan lunak komputer dapat berguna dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif bagi anak-anak berkesulitan belajar dan yang mengalami hambatan lainnya.

Beberapa fungsi komputer yang dapat meningkatkan proses pembelajaran yang lebih berhasil antara lain:

  1. Menyediakan tahapan tutorial matematika serta pelatihan dan praktik matematika
  2. Memberikan latihan dan praktik ejaan , serta fungsi cek ejaan
  3. Meningkatkan kelancaran menulis dengan memberikan revisi secara mudah
  4. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan tata cara berfikir yang lebih tinggi melalui latihan dan simulasi .

 

DAFTAR PUSTAKA

Sumekar, Ganda.(2009). Anak Berkebutuhan Khusus (Cara Membantu Mereka Agar Dalam Pendidikan Inklusif),Padang:UNP Press.

Abdurrahman, Mulyono.(2003). Pendidikan bagi anak berkebutuhan belajar. Jakarta:Rineka Cipta

🙂 🙂

TULISANKU TENTANG INKLUSI

Standard

(hambatan penglihatan)

Pendidikan inklusi adalah Sistem layanan Pendidikan Khusus yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Pada pendidikan ini ada yang disebut dengan anak yang berkebutuhan khusus, ada beberapa hambatan yang terjadi dan harus memiliki kebutuhan khusus, salah satunya adalah hambatan penglihatan, hambatan penglihatan adalah Hambatan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap memerlukan pendidikan dengan layanan khusus .

Salah satu dari jenis hambatan penglihatan ini adalah Miopi (rabun jauh/mata dekat). Penderita miopi memiliki mata yang tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas karena daya akomodasinya terlalu lemah. Pada penderita miopi, bayangan benda jatuh di depan retina. Cacat mata miopi dapat dibantu dengan cara menggunakan kacamata lensa positif (cembung), ini lah yang dialami oleh saya sendiri, yang memiliki sedikit hambatan pada penglihatan, setelah diperiksa mata kanan saya mengalami -1/2 dan mata kiri saya mengalami -3/4, jadi untuk membatu penglihatan saya menggunakan kaca mata,jika kacamata saya dilepas maka untuk melihat jarak jauh saya agak merasa kesulitan. seperti yang telah bapak sampaikan terkadang orang-orang yang memiliki hambatan pada penglihatannya dikatakan sedikit sombong, karena jika ada temannya yang menyapa dari jarak jauh dan yang disapa tidak menggunakan kacamata maka pada konteks inilah terjadi kesombongan itu. Saya bisa dikatakan jarang menggunakan alat bantu “kaca mata” untuk berpegian, kecuali dimata kuliah tetentu yang sering menggunakan power point. pada waktu saya tidak menggunakan kaca mata dan hendak mengantarkan tugas ke jurusan pg-paud saya diboncengi oleh teman saya dengan sepeda motor, dan ada terdengar samar-samar seseorang perempuan memanggil nama saya ketika lewat di fakultas lain, karena tidak menggunakan kaca mata, saya tidak mengetahui siapa orang itu, dia terus melambaikan tangannya, sampai motor kami jauh. Saya tetap tidak membalas lambaian tangan itu, karena memang tidak nampak dengan jelas paras orang yang memanggil dan memberikan lambaian itu. Sesampainya dirumah saya berfikir, kira-kira siapa orang yang telah menyapa tadi , dan menyesali, andai saja tadi saya menggunakan kaca mata, pasti akan tau siapa orangnya, dan membalas untuk menyapa agar tidak dicap sebagai orang sombong.

Itulah pengalaman saya yang mengalami sedikit hambatan pada penglihatan, khususnya pada jenis hanmbatan penglihatan “ miopi”.

Hheheheh sedikit berbagiii… 🙂 🙂 😀

TAHAPAN PERKEMBANGAN BERMAIN

Standard

TAHAPAN PERKEMBANGAN BERMAIN

  1. Tahapan umum

Agar dapat meberi bimbingan kepada anak TK dengan sebaik baiknya, guru perlu mengetahui bahwa pada umumnya anak akan melalui tingkatan-tingkatan atau tahap-tahap bermain sebagai berikut:

  1. Tahap manipulatif

Pada umumnya tahap ini dapat dilihat pada anak usia 2 sampai 3 tahun. Dengan alat-alat atau benda yang ia pegang, anak melakukan penyelidikan dengan cara membolak-balik, meraba-raba, bahkan menjatuhkan lalu melempar dan memungut kembali, meraba-raba dan sebagainya. Anak-anak melakukan hal ini untuk mengetahui apa yang dapat diperbuatnya dengan benda-benda atau alat tersebut. kegiatan bermain ini jangan dianggap tidak ada manfaatnya karena selain anak-anak dapat mengenal sifat dan fungsinya, mereka juga memperoleh pengalaman dan keterampilan manipulatif yang diperlukan untuk melangkah ke tahap berikutnya.

Contoh permainan pada tahap manipulatif ini yaitu:

  • Bermain dengan plastiasin atau tanah liat

  1. Tahap simbolis

Peralihan dari tahap manipulatif ke tahap simbolis hampir tidak terlihat karena anak yang sudah sampai pada tahap simbolis kadang-kadang kembali lagi melakukan kegiatan seperti yang dilakukan pada tahap manipulatif. Anak yang berada pada tahap ini kadang-kadang berbicara sendiri tentang apa yang dibuatnya sesuai dengan fantasinya atau hal-hal yang pernah dilihat di lingkungannya. Seperti anak yang bermain dengan balok-balok, terdengar berucap “ini mobil papaku”. Pada umumnya anak yang berada pada tahap simbolis adalah anak yang berumur 3-4 tahun.

  1. Tahap eksplorasi

Pada tahap ini anak sering bermain sendiri, ia lebih senang tidak berteman dalam bermain. Di bak pasir misalnya, ia melakukan penyelidikan dan penemuan tentang sifat pasir kering, pasir basah serta alat-alat pelengkap yang digunakannya seperti mengoyak pasir, menyendok, dan menuangkan pasir kedalam wadah dan sebagainya. Kegiatan bermain ini dilakukan berulang-ulang dengan hati yang riang, walaupun sepintas tampaknya kegiatan ini tidak berarti tetapi anak yang berada dalam tahap eksplorasi ini mulai memperoleh penemuan-penemuan besar tentang sifat pasir basah, pasir kering dan memupuk keterampilan manipulatif dari kesibukan yang dilakukannya.

  1. Tahap eksperimen

Setelah anak-anak memperoleh pengalaman baru dalam tahap-tahap sebelumnya, mereka mulai melakukan percobaan-percobaan, yang berarti mereka memasuki tahap eksperimen. Perhatian mulai tertuju pada kegiatan bentuk dan ukuran, menyamakan bentuk dan ukuran, serta memilih bentuk-bentuk tertentu yang akan digunakan dalam membuat kue dari pasir misalnya. Pada tahap ini anak-anak pada umumnya berusia 4-5 tahun.

  1. Tahap dapat dikenal

Anak usia 5 sampai 6 tahun pada umumnya telah mencapai tahapan bermain yaitu, membangun bentuk-bentuk yang realistis, bentuk-bentuk yang sudah dikenal atau dilihat anak dalam kehidupannya sehari-hari. Bentuk-bentuk yang dibuatnya sudah dapat dimengerti oleh orang lain yang melihatnya, karena sudah mendekati bentuk-bentuk yang sesungguhnya. Misalnya membentuk beberapa jenis hewan tiruan dengan plastisin lalu mempergunakan berbagai-bagai alat pelengkap, seperti ranting dan daun-daunan, mobil-mobilan untuk membuat hasil karyanya tampak lebih realistis, sering juga anak-anak yang berada pada tahap bermain ini membuat sesuatu bersama, mereka belajar menentukan apa yang akan dibuatnya, merundingkan apa yang akan diperlukan, alat-alat pelengkap yang akan dipakai, membagi tugasnya masing-masing dan bertanggung jawab pula atas berhasilnya kegiatan yang mereka lakukan bersama. Anak usia 5-6 tahun di TK yang duduk di kelompok B diharapkan sudah melewati tahap-tahap bermain dari tahap manipulatif sampai tahap dapat dikenal. Pengalaman-pengalaman serta latihan-latihan pada tahap sebelumnya merupakan pembuka jalan untuk sampai pada tahap dapat dikenal.

Jadi, setelah mengenal kelima tahapan bermain anak perlu kita ketahui bahwa setiap anak berkembang sesuai dengan kecepatannya sendiri.

  1. Perkembangan kegiatan bermain

Selain tahapan bermain yang merupakan penggolongan tahap bermain secara umum, yang sering digunakan guru TK dalam melakukan pengamatan perilaku bermain anak dan penilaian, akan diuraikan pula perkembangan bermain dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif menurut Jean Piaget dan teori Milderd Partern yang mengaitkan perkembangan bermain anak dengan perkembangan sosialnya.

  1. Jean Piaget (1962) dalam usia dini, anak-anak akan melampaui tahap perkembangan bermain kognitif mulai dari bermain sensori motor atau bermain yang berhubungan dengan alat-alat panca indra sampai memasuki tahap tertinggi bermain yaitu bermain yang ada aturan bermainnya, dimana anak dituntut menggunakan nalar. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan bermain sejalan dengan perkembangan kognitif anak, yaitu:

  • Sensori motor play (lahir sampai dengan 1.5-2tahun)

Pembawaan sejak lahir berupa mengisap dan menangis merupakan kegiatan refleks ketika ia belajar mula-mula tentang dunianya. Dalam tahap ini anak belajar melalui skema-skema alat panca indranya, anak mulai belajar mengkooerdinasikan fungsi-fungsi penglihatan dan gerak (seperti melihat benda yang menarik kemudian merebutnya) dilakukan berulang-ulang karena merasa senang dapat melakukannya. Anak juga mulai belajar menggeser hambatan-hambatan yang ada untuk mendapatkan sesuatu benda yang menarik perhatiannya.

  • Simbolic play (bermain simbolis)

Anak usia 2-7 tahun berada pada tahap perkembangan ini. Bermain simbolis merupakan ciri-ciri tahap pra operasional dan yang terjadi adalah sebagai berikut:

  • Secara bertahap anak mulai makin berbahasa dengan kata-kata baru, sering bertanya dan menjawab pertanyaan.
  • Anak-anak ingin sekali belajar dan tidak henti-hentinya bereksplorasi, yang memanipulasi benda-benda serta bereksperimen dengan lingkungannya agar dapat mempelajari lebih banyak hal lagi
  • Anak mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau pengganti benda-benda lain dan bermain pura-pura seperti balok bisa jadi telepon atau jadi ayam goreng ketika pura-pura masak.
  • Dalam perkembangannya kegiatan bermain simbolis ini akan semakin bersifat konstruktif, dalam arti lebih mendekati kenyataan, merupakan latihan berfikir dan mengarahkan anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya

  • Permainan games dengan aturan yang berhubungan dengan prilaku sosial (social play game with roles)

Tahap permainan ini dilakukan anak-anak berusia antara 8-11 tahun yang dikenal juga dengan kongkrit operasional. Anak-anak dapat menggunakan nalarnya dalam kegiatan bermain

  • Games dengan aturan dan olahraga (usia 11 tahun ke atas)

Bermain termasuk salah satu bagian dari olahraga. Olehkarena itu, kegiatan inin masih sangat digemari dan diminati anak-anak. Bila kita kagi tahap-tahap bermain yang dikemukakan oleh Piaget akan terlihat bahwa bermain yang tadinya dilakukan karena kesenangan bermainnya itu, secara bertahap mengalami perubahan yaitu dari rasa senang berubah dan bergeser tujuannya menjadi rasa ingin berkompetisi untuk mendapatkan suatu prestasi, menjadi pemenang.

  1. Pandangan Parten

Menurut Parten yang meneliti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi anak, terdapat enam tahapan perkembangan bermain yang dapat dilihat dan diamati ketika anak-anak melakukan kegiatan bermain. Dia juga mengungkapkan adanya perkembangan bermain dari tingkat sederhana sampai tingkat yang tinggi.

Tabel. Tingkat perkembangan bermain sosial

unoccupied Mengamati kegiatan oranglain. Bermain dengan tubuhnya, naik turun tangga, berjalan kesana kemari tanpa tujuan, bila tidak ada hal yang menarik perhatiannya.
Onlookers (berperilaku seperti penonton/pengamat) Mengamati, bertanya dan berbicara dengan anak lain, tetapi tidak ikut bermain. Berdiri dari kejauhan untuk melihat dan mendengarkan anak-anak lain atau bercakap-cakap.
Bermain Solitaire (bermain sendiri) Bermain sendiri dan tidak terlibat dengan anak-anak lain. Bermain dengan mainannya sendiri merupakan tujuannya.
Bermain Paralel Bermain berdampingan atau berdekatan dengan anak lain menggunakan alat, tetapi bermain sendiri. Tidak menggunakan alat-alat bersama, hanya berdampingan dengan anak lain, tidak bermain dengannya.
Bermain Associative Bermain dengan anak-anak lain dengan jenis permainan yang sama. Terjadi percakapan dan tanya jawab serta saling meminjam alat permainan, tetapi tidak terlibat dalam kerjasama, misalnya dalam kegiatan menggunting bentuk-bentuk gambar.
Bermain Kooperatif(group play) Bermain bersama melakukan suatu proyek bersama, misalnya dalam permainan drama, permainan konstruktif, membangun dengan balok sebuah kota atau melakukan permainan bersama yang ada unsur kalah menang, bermain di bak pasiratau bermain bola kaki yang sederhana, petak umpat dan lain-lain.

  1. Pandangan Hurlock

            Menurutnya perkembangan bermain terjadi melalui tahapan sebagai berikut

  1. Tahap eksplorasi

Bila anak diberikan benda atau alat yang baru dikenalnya,pertama-tama mereka mencari tahu,mengamati,menyelidiki apa yang dapat dilakukan benda atau alat tersebut. Benda diraih mulailah tanganya membolak-balik,menekan-nekan bahkan dijatuhkan dan dipungut kembali diamati lagi,kemudian ditinggalkan dan anak berpindah mencoba benda atau alat yang lain.

  1. Tahap alat permain (toy stage)

Pada tahap ini pengamatan dengan seksama terhadap benda-benda/alat permainan tetap masih berlansung untuk mencari kemungkinan –kemungkinan cara memainkannya. Usia prasekolah anak bermain dengan mainan dan mengangap dapat berkomunikasi dengannya seperti dengan manusia ,anak bercakap-cakap de ngan boneka yang dianggapnya teman sekolahnya.

  1. Tahap bermain (play stage)

Di tahap ini anak sudah tahu berbagai jenis permainan bersama maupun sendiri dengan alat permainan seperti bermain games,elektronik,bermain ular tangga dan lain-lain.

  1. Tahap melamun (daydream stage)

Pada tahap ini anak sudah merasa besar dan tidak cocok lagi dengan bermain mobil-mobilan atau bermain dengan boneka,kecuali boneka empuk dan lucu untuk dipeluk-peluk dikamar sambil mengkhayal dan melamun.

  1. smilansky (1968) dan Shefatya (1990)

            Teori ini merupakan adaptasi tahapan perkembangan permainan kognitif dari Piaget dan membagi perkembangan bermain kognitif anak atas 4 kategori ,yaitu:

  1. Bermain fungsional

Ciri-cirinya adalah sederhana,menyenangkan dengan gerakan berulang-ulang menggunkan alat atau tanpa alat,oleh anak usia samapai 2 tahun. Kegiatan bermain ini mendominasi 2 tahun pertama perkemabangan anak. Melalui bermain fungsional anak mulai merasa yakin dan mampu akan tubuh mereka.

Bermain fungsional menjadi bermain konstruktif ketika anak hamya memasukkan jari-jarinya kedalam mangkok berisi cat finger painting,berubah kekegiatan menggambar suatu bentuk atau ganti menyusun dan membongkar balok-balok.

  1. Bermain membangun (konstruktif)

Anak-anak menciptakan sesuatu menurut suatu rencana yang tersusun sebelumnya. Kegiatan semacam ini mendominasi selama tahun prasekolah dan dapat diamati terutama pada saat bermain membangun balok diarea balok. Bermain konstruktif,merupakan bentuk permainan aktif dimana anak membangun sesuatu dengan mempergunakan bahan atau alat permaianan yang ada. Semula bersifat reproduktif, artinya anak hanya mereproduksi objek yang dilihatnya sehari-hari atau mencontoh gambar atau bentuk yang diberikan. Namun, dengan berkembangnya imajinasi anak mulai menciplak bentuk-bentuk secara orisinal sesuai dengan kreativitasnya masing- masing.

  1. Bermain Khayal (dramatic play)

Dalam bermain dramatisasi anak-nak menirukan tindakan-tindakan yang dihubungkan dengan sesuatu perlengkapan tertentu,berlajar berperan seolah-olah mereka adalah seseorang atau sesuatu yang tidaj asaing lagi bagi mereka. Kegiatan bermain ini mulai muncul pada anak usia prasekolah yang disebut juga tahun emasnya bermain pura-pura pada anak di TK sering muncul diarea Keluarga atau rumah tannga diman tersedia alat-alat bermain serta perlengkapan lainnya.

  1. Bermain dengan aturan

Ini berarti dalam kegiatan bermain ada aturan bermainnya seperti dalam bermain “ular tangga” atau permainan kelompok diluar seperti bermain “sapu tangan”, “tikus dan singa” dan sebagainya. Jenis permainan seperti ini mengembangkan koordinasi fisik anak,menghaluskan keterampilan sosial dan berbahasa serta membangaun konsep kerja sama dan kompetisi atau lomba.

DAFTAR PUSTAKA

 

Montolalu, B.E.F. 2005. Bermain dan permainan anak. Jakarta: universitas terbuka

http://www.bersamadakwah.com/2013/04/bunda-beginilah-tahapan-bermain-anak.html

http://www.slideshare.net/b_triwaluyo/bermain-dankreativitasanakusiadini-15006694

http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Amati-Perkembangan-Bermain-Anak-Anda

KARAKTERISTIK BERMAIN ANAK

Standard

Karakteristik Bermain Anak

            Para pakar sering mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bermain terungkap dalam berbagai bentuk bila anak-anak sedang beraktivitas. Mereka bermaian, mereka bernyanyi, menggali tanah, membangun balok warna-warni atau menirukan sesuatu yang dlihat. Bermain dapat berupa bergerak, berlari, melempar bola, memanjat atau kegiatan berpikir, seperti menyusun puzzle atau mengingat kata-kata dalam sebuah lagu.

            Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang sangat penting dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan sakit jasmani ataupun rohani.

            Para ahli berkesimpulan bahwa anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis. Kebutuhan jasmani dan rohani anak yang mendasar sebagian besar dipenuhi oleh bermain, baik bermain sendiri maupun bermain bersama-sama. Jadi bermain itu merupakan kebutuhan anak.

  1. Karakteristik Bermain

  Dengan mengenali karakteristik bermain anak, kita akan lebih peka dan lebih tanggap lagi menilai tentang kegiatan bermain yang diprogramkan dalam satuan kegiatan harian (SKH) sesuai dengan ciri-ciri bermain anak sehingga dapat membuat penilaian bermain terhadap anak yang valid, adil dan dapat mengukur kompetensi anak secara individual.

            Dalam hal ini terdapat tujuh ciri yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah sesuatu itu bermain atau bukan, yakni yang:

  1. bermain dilakukan secara voluntir. Bermain yang dilakukan secara sula rela tanpa paksaan atau tekanan dari orang lain.
  2. bermain itu spontan. Bermain kapan pun mereka mau.
  3. kegiatan lebih bermain lebih berorientasi pada proses dari pada terhadap hasil atau akhir kegiatan. Fokus dalam bermain adalah melakukan aktivitas bermain itu sendiri, bukan hasil atau akhir dari kegiatannya
  4. bermain didorong oleh motivasi intrinsik. Maksudnya, yang mendorong anak untuk melakukan kegiatan bermain tersebut adalah kegiatannya itu sendiri, bukan faktor-faktor luar yang bersifat ekstrinsik. Misalnya didorong orang tua, untuk mendapatkan hadiah,dll.
  5. bermain itu pada dasarnya menyenangkan. Bermain bisa memberikan perasaan-perasaan positif bagi para pelakunya. Artinya semakin aktivitas itu menyenangkan, maka hal tersebut semakin merupakan bermain.
  6. bermain itu bersifat aktif. Bermain memerlukan keterlibatan aktif dari para pelakunya.
  7. bermain fleksibel. Dengan ciri ini berarti anak yang bermain memiliki kebebasan untuk memilih jenis kegiatan yang ingin dilakukannya.

            Dengan tujuh karakteristik di atas, secara sederhana bermain dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara voluntir, spontan, terfokus pada proses, didorong oleh motivasi intrinsik, menyenangkan, aktif dan fleksibel.

  1. Karakteristik Bermain Anak
  2. Bermain adalah Sukarela

Karena didorong oleh motivasi dari dalam diri seseorang sehingga akan dilakukan oleh anak apabila hal itu betul-betul memuaskan dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah oleh orang lain. Jadi, permainan yang dilakukan anak adalah suatu kepuasan tersendiri karena tidak harus memnuhi tuntutan atau harapan dari luar, anak-anaklah yang menentukan perannya sendiri dalam bermain.

  1. Bermain adalah pilihan anak

Anak-anak memilih secara bebas sehingga apabila seorang anak dipakasa untuk bermain, sekali pun mungkin dilakukan dengan cara yang halus maka aktivitas itu bukan merupakan aktivitas dan bukan lagi bukan lagi kegiatan bermain atau non play.

  1. Bermain adalah permainan yang menyenangkan

Anak-anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, bukan menjadi tegang atau stress. Bermain yang menyenangkan merupakan syarat mutlak dalam melakukan kegiatan di TK.

  1. Bermain adalah simbolik

Melalui kegiatan bermain anak akan mampu menghubungkan pengalaman mereka dengan kenyataan sekarang, misalnya berpura-pura menjadi orang lain, anak-anak akan bertingkah laku seperti yang diperankannya.

  1. Bermain adalah aktif melakukan kegiatan

Ciri-Ciri Bermain Anak

CIRI-CIRI KEGIATAN BERMAIN
Menyenangkan Bermain itu menyenangkan dan anak menikmati kegiatan ini.
Motivasi instrinsik Anak ingin bermain karena dorongan dari dalam bukan karena disuruh orang lain.
Spontan/sukarela Anak bermain karena dorongan spontan
Ada peran aktif pemain Semua pemain berperan secara aktif saat bermain, sehingga kegiatan bermain

berjalan lancar dan menyenangkan.

Nonliteral Saat bermain anak berpura-pura menjadi sesuatu, atau bertindak sesuatu.
Kaidah nonekstrinsik Bermain memiliki aturan tersendiri yang disepakati pemainnya.
Aktif Anak terlibat aktif tidak diam saja baik secara fisik maupun emosi.
Fleksibel Anak dapat beralih kegiatan, anak bebas memilih apakah akan ikut bermain atau

memilih permainan lain.

            Dalam bermain anak-anak bereksplorasi, bereksperimen, menyelidiki dan bertanya tentang manusia, benda-benda, kejadian atau peristiwa.

Fakta-fakta yang berpengaruh terhadap kegiatan bermain anak adalah:

  1. Motivasi

            Kegiatan bermain dapat berlangsung dengan baik apabila dilandasi motivasi yang kuat yang berasal dari diri anak itu sendiri, tanpa paksaan dari siapa pun.

  1. Lingkungan yang menunjang

            Lingkunagn yang kurang memadai fasilitasnya, tidak aman dan tidak menyenangkan, akan menyebabkan ruang gerak bermain bagi anak terbatas. Oleh sebab itu agar anak dapat bermain dengan leluasa maka perlu disediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung keinginan dan aktivitas bermain anak.

  1. Perilaku anak dalam bermain

            Melalui bermain anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan dari dalam diri yang tidak mungkin terpuaskan dalam kehidupan nyata. Bila anak dapat menyalurkan perasaan tegang, tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya, setidaknya membuat anak lega dan relaks akan mengubah perilaku yang negatif menjadi positif.

  1. Peran Guru Dalam Kegiatan Bermain

      Peran Guru Dalam Kegiatan Bermain di Taman Kanak-Kanak

* Peran guru adalah sebagai berikut :

  1. Guru sebagai Perencana

Guru harus merencanakan suatu pengalaman baru agar anak didik terdorong untuk mengembangkan minat dan kemampuannya.

Perencanaan yang harus disusun guru adalah sebagai berikut :

  • Tujuan / sasaran yang ingin dicapai
  • Bentuk kegiatan bermain yang akan dilakukan.
  • Alat dan bahan yang diperlukan (jenis dan jumlah)
  • Tempat kegiatan tersebut akan dilakukan(indoor atau outdoor)
  • Alokasi waktu, berapa lama waktu yang untuk kegiatan bermain
  • Penilaian dan evaluasi untuk mengetahui pencapaian tujuan / sasaran dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan.

Guru harus merencanakan hal-hal tersebut minimal satu hari sebelum kegiatan dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan bermain ini terpadu atau terintegrasi dengan kegiatan belajar rutin.

  1. Guru sebagai Fasilitator

Artinya guru harus mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan anak pada saat kegiatan bermain dan belajar berlangsung. Guru berperan dengan aktif,kreatif, dan dinamis.

  1. Guru sebagai Pengamat
  • Cara memainkan alat bermain atau permainan.
  • Sikap anak waktu bermain, aktif atau diam saja.
  • Bermain ikut-ikutan teman atau mengatur/memerintah teman.
  • Berapa waktu yang digunakan menekuni 1 jenis kegiatan bermain.
  • Jenis bermain yang sering dipilih atau lebih diminati anak.
  • Anak bermain sendiri atau bersama teman.
  • Anak mandiri melakukan kegiatan bermain atau tidak.
  • Mengalah selalu atau mau menang sendiri.
  1. Guru sebagai Model

Anak usia taman kanak-kanak adalah masa meniru. Oleh karena itu sebagian besar permainan di TK dilaksanakan melaui peniruan/imitasi. Pada masa ini anak akan menirukan segala tindak tanduk guru disekolah. Guru yang menghargai bermain akan selalu berusaha menjadi model atau panutan dalam kegiatan bermain bagi anak didiknya. Guru akan selalu berusaha mencari kesempatan untuk bergabung dalam kegiatan bermain anaklalu mencoba melakukan hal yang di lakukan oleh anak.

  1. Guru sebagai motivator

Guru sebagai motivator artinya guru harus dapat menjadi pendorong bagi anak untuk melakukan kegiatan bermain. Guru mendorong anak lebih akktif ketika bermain mendorong anak untuk melakukan eksplorasi, dan melakukan kegiatan untuk mendapatkan penemuan-penemuan dan mendorong anak untuk menyalurkan rasa ingin tahu dan mencari atas`jawaban tersebut

  1. Guru sebagai teman

Selain sebagai pendidik guru juga harus dapat berperan sebagai teman atau sahabat bagi anak dalam bermain. Dalam hal ini guru bertindak sebagai coplayer artinya guru mempunyai peran yang setara bagi anak. Guru menempatkan diri sebagai teman yang baik sehingga situasi bermain dan belajar menjadi akrab serta penuh kesenangan dan kegembiraan. Guru sebagai teman/sahabat berarti guru harus bersedia terjun berpartisipasi bermain bersama anak-anak berbaur dalam kegiatan yang dilakukan anak-anak. Di sini guru jangan selalu memberikan instruksi tetapi mengikuti aturan yang di buat anak.

*Ciri-ciri permainan anak yang baik

  • Anak-anak diberikan kesempatan yang melimpah dan berkesinambungan. Mereka juga hendaknya mendapat banyak kesempatan yang menurut perasaannya nyaman.
  • Berbagai perbedaan dapat diakomodasikan tantangan yang bersifat positif dapat disertakan guna memungkinkan setiap anak untuk berpartisipasi.
  • Berbagai hal yang menyangkut kemungkinan timbulnya masalah emosi, sosial dan fisik sudah diperhitungkan.
  • Tujuan jelas, konsisten dan memungkinkan untuk dicapai.
  • Evaluasi dilakukan baik secara formal maupun informal dengan pemahaman bahwa akan ada trial and error atau mencoba-coba dan membuat kesalahan.
  • Kemungkinan adanya kesalahan diakui dan dapat dimaafkan serta ada kesempatan untuk mencoba lagi.
  • Pengalaman diberikan dalam hal pengendalian diri akan rasa frustasi sementara.
  • Semua komponen permainan menumbuhkan kemampuan berinteraksi sosial secara positif

Daftar pustaka

Arbahnia.2010.bermain anak. Diakses pada 04 september 2013 (http://arbahnia.blogspot.com)

Dwi,arda.2011.ciri-ciri bermain anak. Diakses pada 04 september 2013. (http://arda-dwi.blogspot.com/2011/05/ciri-ciri-bermain-anak.html )

Lola,melly.2012.karakteristik dan tahap perkembangan. Diakses pada 04 september 2013 (http://melyloelhabox.blogspot.com/2012/09/karakteristik-dan-tahap-perkembangan.html)

Jasma,sri.2012,peranan guru dalam kegiatan bermain anak. Diakses pada 05 september. (http://srijasmaindra.blogspot.com/2012/12/peranan-guru-dalam-kegiatan-bermain-di_10.html)

B.E.F Montolulu, dkk.2005. Bermain dan Permainan anak. Buku Materi Pokok PGTK2301/4 SKS/ MODUL 1-6

Barron,paul .2002. Aktifitas Permainan Dan Ide Praktis Belajar Di Luar Kelas.2002 Jakarta.Essensi